[QUICKIE!] Kontribusi Islamic Finance Melalui Akad Mudharabah

Menanti Kontribusi Islamic Finance Melalui Akad Mudharabah

Oleh : Ghozi Naufal Ali

A) Pendahuluan

1.  Kondisi ekonomi saat ini

           Sistem ekonomi modern digambarkan sebagai sebuah jaring-hubungan (network of relationships) antara rumah tangga, bisnis, dan pemerintah yang terlibat dalam setiap aktivitas ekonomi, seperti produksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa yang ditujukan untuk kelangsungan generasi masa depan dan lingkungan (Habib, 2018).

            Ekonomi konvensional menguasai hampir di seluruh belahan dunia. Hal tersebut membuat masyarakat global menggunakan prinsip ekonomi yang cenderung kapitalis dan berfokus kepada pertumbuhan ekonomi. Meski begitu, teori ekonomi konvensional memiliki perbedaan yang disesuaikan dengan syariat Islam. Perbedaan tersebut dijelaskan pada tabel di bawah.

 Tabel 1.1. Differences Between conventional and Islamic Economics

Sumber: Habib, 2018

           Globalisasi memengaruhi semua sektor perekonomian, tanpa terkecuali industri keuangan syariah. Di awal abad ke-20, ekonomi global, perdagangan keuangan, dan transaksi keuangan didominasi oleh institusi keuangan kapitalis yang masih menggunakan sistem bunga dalam transaksinya. Dengan kondisi tersebut, setiap masyarakat Muslim yang ingin bertransaksi keuangan terpaksa harus menggunakan sistem tersebut, yang sebenarnya bertentangan dengan syariat dan kepercayaan yang dianutnya (Ahmed, 2013).

2. Pengenalan Singkat Islamic Finance

Perkembangan financial resources di dunia Islam yang terjadi sepanjang tiga dekade menciptakan harapan akan hadirnya alternatif sistem keuangan yang mereka masyarakat Muslim idamkan. Perbankan syariah menciptakan framework bagi setiap masyarakat Muslim untuk dapat terlibat dalam transaksi keuangan yang sesuai syariat dan memiliki kesempatan profit. Islamic finance setidaknya memiliki 3 perbedaan utama jika dibandingkan dengan keuangan konvensional, yaitu :

  1. Melarang sistem pembiayaan dan praktek bisnis yang tidak sesuai dengan syariat Islam
  2. Penerapan ibadah di setiap kegiatan dengan menjalankan bisnis sesuai dengan syariat
  3. Kehadiran Shari’a Standards Board (SSB) yang terdiri dari ulama yang menjadi acuan dalam praktek kegiatan usaha (Ahmed, 2013).

Prinsip yang menjadi landasan operasional adalah syariat yang ditentukan oleh Islam dengan adanya pelarangan pembayaran atau penerimaan bunga. Perbankan syariah menekankan sistem sharing risk and profits sebagai alternatif yang menjembatani kepentingan perbankan dan nasabah. Selain sistem yang berbeda, perbankan syariah menekankan keadilan sosial ekonomi dan pemerataan distribusi kesejahteraan (Habib, 2018).

3. Peran akad Mudharabah dalam iklim keuangan syariah

Dalam mencapai hal tersebut, lembaga keuangan syariah memiliki tanggung jawab dalam menyalurkan resources, terutama financial resources yang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku usaha. Ketersediaan pembiayaan yang ada memberikan kebebasan bagi para pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya menjadi lebih besar.

           Bagi masyarakat Muslim, program pembiayaan yang sejalan dengan syariat Islam dibutuhkan guna menghindari serangkaian praktik yang berpotensi melanggar syariat Islam yang ada. Hadirnya berbagai lembaga keuangan syariah memberikan jalan keluar atas masalah yang dialami oleh masyarakat Muslim pada umumnya. Dari sekian banyak akad pembiayaan yang ada, Mudharabah menjadi salah satu dari sekian akad populer yang ditawarkan oleh lembaga keuangan syariah, yang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku usaha dalam kegiatan operasionalnya.

B) Isi

  1. Pengertian akad Mudharabah

Berdasarkan Mazhab Syafi’i yang digunakan di Indonesia, Mudharabah memiliki konsep, yaitu pemilik modal menyerahkan sejumlah uang kepada pengusaha untuk dijalankan dalam suatu usaha dagang dengan keuntungan menjadi milik bersama. Mengacu kepada buku Standar Produk Mudharabah yang dikeluarkan OJK dan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, akad Mudharabah dalam pembiayaan adalah akad kerja sama dalam suatu usaha antara pihak pertama (malik, shahibul maal, bank syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua (‘amil, mudharib, nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh Bank Syariah kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.

           Secara umum, pelaksanaan akad Mudharabah boleh dilaksanakan asal mengikuti syarat-syarat yang ada pada dalilnya. Dalam kegiatannya, terdapat beberapa hal yang harus dipenuhi menurut jumhur ulama, yaitu :

    1. Pihak-pihak yang melakukan akad, yaitu pemiliki dana (shahibul maal) dan pengelola modal (mudharib) ;
    2. Modal (Ra’sul maal) ;
    3. Usaha yang dijalankan (al-’amal) ;
    4. Keuntungan (ribh) ; dan
    5. Pernyataan ijab dan kabul (sighat akad)

Selanjutnya, syarat Mudharabah adalah sebagai berikut :

    1. Pihak-pihak yang melakukan akad harus memiliki kemampuan untuk dibebani hukum/cakap hukum. Dalam hal ini, pemilik modal memberikan kuasa dan pengelola modal menerima kuasa tersebut.
    2. Modal dalam akad harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

a. Modal harus berubah alat tukar (uang);

b. Modal harus dapat diketahui sehingga mudah untuk diukur;

c. Modal harus berbentuk tunai;

d. Modal harus dapat dipindahtangankan dari pemilik modal kepada pengelola modal

      2. Skema akad Mudharabah dan beberapa penyesuaian yang dilakukan di masa sekarang ini

Akad Mudharabah mengalami perkembangan, sesuai dengan berkembangnya kebutuhan masyarakat akan produk-produk keuangan syariah. Konsep Mudharabah pada saat ini telah mengalami berapa perubahan dan penyesuaian yang mengikuti perkembangan zaman. Pada saat ini, akad Mudharabah dapat dilakukan berbarengan dengan akad-akad muamalah lain, seperti Murabahah atau Musyarakah.

           Selain perluasaan akad, Mudharabah kontemporer memiliki perbedaan lain jika dibandingkan dengan praktik terdahulu, terutama mengenai mekanisme pembayaran modal pokok yang diberikan kepada mudharib. Mudharabah klasik tidak mengenal konsep angsuran sehingga pembayaran modal pokok utama hingga pembayaran bagi hasil kepada pemilik modal hanya dilakukan satu kali di akhir periode. Tetapi untuk saat ini, mengacu kepada Dewan Syariah Nasional-MUI (DSN-MUI), pengembalian modal serta pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua pihak.

           Selanjutnya, pengelola modal boleh menentukan jenis usaha yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama dan sesuai aturan syari’ah. Pemilik modal tidak boleh ikut serta dalam operasional usaha, dan hanya memiliki hak dalam melakukan pengawasan dan pembinaan atas usaha tersebut. Pemilik modal juga berhak meminta jaminan kepada mudharib yang telah disepakati bersama. Jaminan tersebut akan dicairkan jika mudharib sebagai pengelola modal terbukti sah sesuai hukum melakukan pelanggaran terhadap ketentuan akad yang telah disepakati.

Gambar 1.1. Skema Pembiayaan Akad Mudharabah

Sumber: Thaker et al., 2020

           Penerapan akad Mudharabah di lingkungan keuangan syariah memakai modus indirect financing. Modus tersebut menggambarkan tindakan bank syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya bertindak sebagai penghubung antara para deposan (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib). Keuntungan dari penyaluran tersebut akan dibagi antara bank dan shahibul maal (Masse, 2010).

      3. Analisis profitabilitas Akad Mudharabah

Berbagai lembaga keuangan syariah, terutama bank syariah berskala besar, memiliki kepercayaan penuh dari nasabah untuk mengelola berbagai macam usaha yang tidak melanggar syariat Islam. Selanjutnya, bank syariah harus bertindak hati-hati serta bijaksana dalam melaksanakan kegiatan usahanya, terutama berkaitan dengan penyaluran pembiayaan Mudharabah (Murniati, 2020).

           Permata, et al.. (2021) menyatakan bahwa pembiayaan dengan akad Mudharabah dan musyarakah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat Return on Equity (ROE) secara simultan. Meski pembiayaan akad Mudharabah secara parsial berkorelasi negatif terhadap ROE, akad tersebut menjadi pembiayaan bagi hasil yang yang dominan dalam mempengaruhi tingkat ROE (Permata et al., 2014).

Grafik 1.1. Tingkat Profitability Bank Umum Syariah

Sumber : Statistik Perbankan Syariah OJK, 2021

C) Penutup

  1. Prospek dan hambatan yang dialami islamic finance

Kehadiran perbankan syariah menjadi solusi utama yang menjembatani keinginan masyarakat muslim untuk bergabung dalam industri tersebut. Sistem yang dianut oleh perbankan syariah yang dirumuskan oleh aktivis politik muslim, ulama, ekonom, dan pengusaha dapat digunakan dalam ekonomi modern. Penyediaan inovasi yang instrumen keuangan syariah kepada konsumen menjadi sebuah harapan yang dapat dilakukan oleh perbankan.

Gambar 1.2. Produk-Produk Keuangan Syariah.

Sumber: Thaker et al., 2020

           Selain serangkaian keuntungan tersebut, penerapan akad Mudharabah di lembaga keuangan syariah masih memiliki kendala. Nurhasanah (2010) menjabarkan beberapa kendala yang terjadi dalam pemanfaatan akad tersebut :

    1. Risiko yang masih tinggi, terutama pada produk pembiayaan
    2. Standarisasi produk Mudharabah yang belum jelas
    3. Regulasi yang masih memerlukan penyesuaian
    4. Ketidaksiapan masyarakat menerima prinsip bagi hasil dan risiko (loss and profit sharing)
    5. Kurang optimalnya peran Dewan Pengawas Syariah (Nurhasanah, 2010).

2. Harapan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indo

Indonesia memiliki keuntungan dengan memiliki populasi masyarakat dan bonus demografi. Terlebih lagi, negara kita terkandung beragam resources yang berkualitas yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai sektor produktif. Terletak di posisi strategis menjadikan Indonesia sebagai salah satu world’s busiest shipping routes dengan hampir 40% perdagangan overseas yang melalui rute tersebut.

           Bisnis berskala mikro dan kecil menjadi sebuah potensi untuk mendukung beragam sektor ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja, perluasan output, orientasi ekspor, dan peningkatan pendapatan. Lebih jauh, bisnis tersebut juga mendominasi beragam sub-sektor strategis yang belum dijamah oleh perusahaan besar. Namun, bisnis tersebut selalu terkendala akan kegiatan pendanaan eksternal di beragam negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia (Thaker et al., 2020).

           Mudharabah menjadi salah satu dari sekian banyak instrumen keuangan syariah yang mendukung perkembangan sektor produktif guna meningkatkan taraf hidup rakyat banyak dengan memperluas penyediaan lapangan kerja, berkontribusi aktif terhadap pertumbuhan ekonomi, serta pemerataan distribusi pendapatan yang didasarkan pada prestasi (Nurhasanah, 2010).

Daftar Pustaka

Ahmed, Karen Hunt. 2013. Contemporary Islamic Finance: Innovations, Application, and Best Practices. New Jersey: John Wiley & Sons.

Habib, Syeda Fahmida. 2018. Fundamentals of Islamic Finance and Banking. First edition. New Jersey: John Wiley &Sons.

Masse, Rahman Ambo. (2010). “Konsep Mudharabah Antara Kajian Fiqh dan Penerapan Perbankan”. Jurnal Hukum Diktum, 8:1 (Januari) 77-85, Januari.

Murniati. (2020). “Pelaksanaan Sistem Pembiayaan dengan Akad Mudharabah pada Bank Syariah Mandiri Palopo”. Journal of Institution and Sharia Finance, 3:2.

Nurhasanah, Neneng. (2010). “Optimalisasi Peran Mudharabah Sebagai Salah Satu Akad Kerja Sama dalam Pengembangan Ekonomi Syari’ah”. Jurnal Ilmu Hukum Syiar Hukum, 12:3 (November), 285-296.

Permata, Russely Inti Dwi, Fransisca Yaningwati, dan Zahroh Z.A. (2014). “Analisis Pengaruh Pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah terhadap Tingkat Profitabilitas (Return on Equity)(Studi pada Bank Umum Syariah yang terdaftar di Bank Indonesia Periode 2009-2012). Jurnal Administrasi Bisnis, 12:1, Juli.

Thaker, Mohammed Asmy bin Mohd Thas, et., al. (2020). “Leveraging Islamic Banking and Finance For Small Businesses: Exploring the Conceptual and Practical Dimensions”. ADBI Working Paper, No. 1156. Juni.

Leave a Reply

Your email address will not be published.