Period Poverty: Malapetaka Bagi Perempuan India

Author: Revanda Ardelia Candra, Rizal Saputra, Adinda Dewi Ariestuti

Pendahuluan

Kemiskinan merupakan suatu kondisi yang menjelaskan bahwa seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemiskinan berdampak pada bagaimana sikap seorang individu dalam memenuhi kebutuhan dasar hariannya, seperti sandang, pangan, dan papan. Namun, seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman, kebutuhan dasar seorang individu pun ikut berubah, seperti kebutuhan perempuan akan produk menstrual. Perempuan yang hidup di negara dengan tingkat kemiskinan cukup tinggi, seperti India, cenderung menderita kemiskinan yang mengganggu kehigienisan menstruasi mereka (World Bank, 2021). Dengan kemiskinan yang ada, perempuan dan anak perempuan di negara tersebut menderita period poverty.

Period poverty merupakan permasalahan global yang diindikasikan dengan kurangnya akses perempuan terhadap produk menstrual, fasilitas sanitasi, akses terhadap pendidikan dan informasi mengenai menstruasi, serta kondisi-kondisi lain yang berhubungan dengan menstruasi (Sacca et al., 2023). Berdasarkan World Bank (2022), sebanyak 500 juta perempuan di seluruh dunia menderita kekurangan akses terhadap produk menstrual dan fasilitas yang memadai untuk menangani Menstrual Hygiene Management (MHM). 

Selain itu, adanya miskonsepsi terhadap menstruasi yang beredar di tengah masyarakat India memunculkan praktik-praktik menstruasi yang tidak higienis dan membahayakan bagi perempuan. Dalam kondisi ini, perempuan berisiko terkena masalah kesehatan yang serius, seperti infeksi reproduksi dan saluran kemih. Mereka memerlukan akses terhadap fasilitas sanitasi, air bersih, dan produk  menstruasi yang aman dan terjangkau agar dapat menjalani masa menstruasi yang sehat dan aman (Rohatgi et al., 2023). 

Kemiskinan dan higienitas menstruasi merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan. Hal ini karena pada negara berpendapatan tinggi, higienitas menstruasi menjadi suatu hal yang mudah didapat. Sebaliknya, pada negara berpendapatan rendah, higienitas menstruasi justru merupakan sesuatu yang mewah karena sulit didapatkan. Kemiskinan memberikan dampak yang lebih besar kepada perempuan dibanding dengan laki-laki dalam permasalahan higienitas reproduksi. Hal ini terjadi karena perempuan membutuhkan produk menstrual dan fasilitas sanitasi yang memadai untuk memenuhi higienitas reproduksi mereka. produk menstrual; pembalut, tampons, menstrual cup dan fasilitas sanitasi merupakan suatu standar dan hak fundamental bagi semua perempuan yang ada di dunia. Namun pada kenyataannya, hal tersebut masih sangat sulit untuk didapatkan di India karena terhalang restriksi finansial.

Penyebab Period Poverty di India

Period poverty yang terjadi di India dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, miskonsepsi masyarakat India terhadap menstruasi yang menganggapnya najis dan tidak suci. Karena dalam kepercayaan masyarakat India, menstruasi diartikan sebagai penebusan rasa bersalah oleh perempuan atas pembunuhan Indra terhadap Vritras pada zaman Weda (Garg et al., 2015). Di sisi lain, menstruasi masih dianggap sebagai hal yang tabu di India. Mereka diajarkan untuk menyembunyikan pemakaian dan pembuangan produk menstrual dari laki-laki sehingga memaksa mereka untuk mengeringkan produk menstrual yang digunakan di sudut kamar yang gelap dan jauh dari cahaya matahari. Lebih jauh lagi, terdapat beberapa larangan diskriminatif bagi perempuan India selama menstruasi, seperti larangan memasuki ruang puja, dapur, mandi, bahkan memegang sapi. Semua larangan tersebut merupakan refleksi terkait stigma mengenai menstruasi sebagai najis dalam kepercayaan masyarakat India. Dengan adanya stigma tersebut, kesehatan mental, pendidikan, dan produktivitas perempuan India akan terganggu sehingga akan berpengaruh terhadap perekonomian India.

Gambar 1.1 Tingkat Kemiskinan di India pada 2021

Sumber: World Bank (2021)

Kedua, kemiskinan ekstrem yang melanda India menyebabkan ketidakmampuan perempuan dalam memenuhi kebutuhan higienitas menstruasinya. Pada tahun 2021, World Bank mengklasifikasikan masyarakat global ke dalam tiga kelompok kemiskinan berdasarkan penghasilan harian tiap orang, yaitu (1) Berpenghasilan rendah (penghasilan per  hari kurang dari USD 2.15), (2) Berpenghasilan menengah (penghasilan per  hari kurang dari USD 3.65 sampai USD 6.85), dan (3) Berpenghasilan tinggi (penghasilan per hari lebih dari USD 6.85).  Kelompok individu dengan penghasilan harian kurang dari USD 2.15 dikategorikan dalam kemiskinan ekstrem. Dari penjelasan tersebut, hampir setengah dari jumlah keseluruhan penduduk India merupakan individu berpenghasilan menengah ke bawah. Parahnya, terdapat sekitar 12% atau 169 juta penduduk India yang masuk ke dalam kelompok kemiskinan ekstrem. Lebih parahnya lagi, angka tersebut menjadikan India sebagai negara dengan poverty rate tertinggi di Asia Selatan.

Di sisi lain, merujuk pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kemiskinan ekstrem didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi kelangkaan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, seperti makanan, fasilitas sanitasi, kesehatan, dan pendidikan. Di India, kemiskinan ekstrem menekan keinginan dan kemampuan perempuan dalam pemenuhan akses terhadap produk menstrual. Hal ini terjadi karena adanya ketidakmampuan perempuan dalam memenuhi kebutuhan akan produk menstrual akibat dari rendahnya pendapatan. Keadaan tersebut memaksa perempuan di India untuk menggunakan barang substitusi produk menstrual, seperti kain lama, koran, daun kering, bahkan abu hingga pasir sekam, yang jelas tidak higienis dan dapat membahayakan kesehatan reproduksi perempuan (Garg et al., 2015).

Ketiga, kurangnya akses perempuan terhadap edukasi mengenai higienitas menstruasi di India. United Nations Children’s Fund (UNICEF) menyatakan bahwa pada tahun 2019, tujuh dari sepuluh remaja perempuan India belum teredukasi tentang menstruasi hingga mereka mengalami menstruasi pertamanya. Selain itu, terdapat ritual Tulonia Biya yang dilakukan untuk merayakan hari pertama menstruasi bagi seorang perempuan. Dalam ritual tersebut, perempuan diisolasi selama satu minggu penuh dalam suatu ruangan tertutup dan dilarang melakukan kegiatan apa pun untuk kemudian dinikahkan dengan pohon pisang di akhir ritual. Masa menstruasi menjadi malapetaka bagi mereka karena kewajiban untuk mengikuti ritual-ritual tersebut pada masa-masa awal menstruasi yang sulit. Menurut Dasra (2019), terdapat 23 juta perempuan di India yang putus sekolah tiap tahunnya akibat menstruasi. Sejatinya, kesehatan, pendidikan, dan integritas anak perempuan bergantung pada kebersihan menstruasi yang baik. Oleh karena itu, edukasi mengenai higienitas menstruasi yang dimulai sejak awal masa remaja akan meningkatkan praktik-praktik yang aman dan meringankan penderitaan jutaan perempuan.

Implikasi terhadap kesehatan

Kebiasaan higienitas yang buruk selama menstruasi telah mengakibatkan berbagai implikasi negatif terhadap kesehatan wanita. Higienitas menstruasi yang tidak layak berpotensi menimbulkan konsekuensi kesehatan, seperti peningkatan risiko infeksi saluran reproduksi dan saluran kemih (Sivakami et al, 2018). Dalam kasus lain, sebuah studi menunjukkan bahwa menstrual hygiene management (MHM) yang buruk dapat menyebabkan perempuan merasa stres dan malu sehingga mengarah pada pelanggaran kesehatan dasar masyarakat dan hak asasi manusia (Babbar et al., 2023).

Implikasi terhadap ekonomi

Gambar 1.2 Vicious Cycle of Period Poverty

 Sumber: Ilustrasi Penulis

Melalui kacamata ekonomi, period poverty merupakan suatu doom loop. Perempuan yang tidak memiliki MHM yang memadai akan mengalami ketidaknyamanan, rasa sakit, infeksi, dan stigma selama menstruasi. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk bekerja, belajar, atau berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Menurut sebuah studi oleh Niine, sebuah organisasi sosial yang menyediakan pembalut murah, sekitar 23 juta anak perempuan putus sekolah setiap tahunnya karena kurangnya fasilitas MHM yang memadai (Rossouw et al, 2021). Hal ini mengurangi kesempatan mereka untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dan pekerjaan yang lebih baik di masa depan. Selain itu, perempuan yang bekerja di sektor informal, seperti pertanian atau pekerjaan rumah tangga, sering kehilangan upah atau menghadapi diskriminasi jika mereka tidak masuk kerja atau berkinerja buruk karena masalah MHM (Rossouw et al, 2021). Sebuah laporan dari WaterAid, sebuah lembaga swadaya masyarakat internasional yang menangani masalah air, sanitasi, dan kebersihan, memperkirakan bahwa India kehilangan sekitar 4% dari PDB-nya setiap tahun karena MHM yang tidak memadai (U.S. International Development Finance Corporation, n.d.)

Selain itu, period poverty menjadi penyebab peningkatan biaya perawatan kesehatan. Berdasarkan U.S. International Development Finance Corporation (n.d.), MHM yang buruk dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran reproduksi, kanker serviks, dan anemia. Kondisi ini membutuhkan perhatian dan perawatan medis, yang mahal dan tidak dapat diakses oleh banyak perempuan, terutama di daerah pedesaan. Survei yang dilakukan Niine menemukan bahwa 88% wanita di India menggunakan alternatif, seperti kain bekas, kain lap, jerami, pasir, atau abu, saat menstruasi (Rossouw et al, 2021). Bahan-bahan ini tidaklah higienis sehingga dapat menyebabkan infeksi dan iritasi bagi saluran reproduksi perempuan. Survei yang sama juga menemukan bahwa hanya 12% wanita di India yang memiliki akses terhadap pembalut (Rossouw et al, 2021). Tingginya biaya dan rendahnya ketersediaan produk menstrual menjadi hambatan utama bagi banyak perempuan untuk mempraktikkan MHM yang aman dan higienis.

Urgensi

Gambar 1.3 Perbandingan Siklus Sebab-Akibat terkait Kondisi Kemudahan Akses terhadap produk menstrual yang Berbeda, Sumber: Journal of Global Health Reports (2022)

Kurangnya akses terhadap produk dan fasilitas higienitas menstruasi memiliki dampak negatif terhadap kehidupan jutaan perempuan dan anak perempuan di India, serta mempengaruhi pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan mereka secara keseluruhan. India menyumbang sekitar 10% dari populasi perempuan di dunia (Singh et al., 2022). Mirisnya, sebagian besar dari mereka, terutama yang tinggal di daerah pedesaan, mengalami banyak pembatasan yang mencegah mereka untuk berpartisipasi dalam banyak sektor kehidupan selama menstruasi berlangsung, seperti beribadah, mandi, memasak, dan terlibat dalam aktivitas seksual. Situasi ini diperparah dengan kurangnya pengetahuan tentang pubertas dan menstruasi, fasilitas sanitasi yang tidak memadai, serta kurangnya akses terhadap menstrual hygiene products (Singh et al., 2022).

Merujuk pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Nielsen (2011) hanya 12% dari 355 juta perempuan di India yang memakai sanitary napkins (Goyal, 2016). Sisanya terpaksa menggunakan selimut bekas, bulu ayam, kain bekas, koran, lumpur, bahkan kotoran sapi sebagai barang substitusi karena ketidakmampuan untuk membeli produk menstrual.  Dalam sebuah survei, sekitar 70% wanita di India mengatakan bahwa mereka tidak mampu membeli produk menstrual sehingga perempuan di India memiliki tingkat higienitas menstruasi buruk (Goyal, 2016). Hal ini tentu dapat menyebabkan implikasi terhadap kesehatan reproduksi perempuan di India, seperti infeksi saluran reproduksi dan saluran kemih, peningkatan risiko infertilitas, dan komplikasi kesehatan lainnya (Michel et al., 2022).

Higienitas menstruasi yang tidak layak juga menjadi salah satu faktor penghalang bagi perkembangan pendidikan anak perempuan di negara berpenghasilan menengah dan rendah karena berkaitan dengan angka partisipasi di sekolah, ketidakhadiran (school absenteeism), mengulang kelas, dan kasus putus sekolah (Sivakami et al, 2018). Berdasarkan World Bank (2005), anak perempuan di India tidak masuk sekolah hingga empat hari berturut-turut setiap bulannya. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Vashisht et al (2018), sebanyak 11,9% anak perempuan di New Delhi, India telah melewatkan ujian kelas selama periode menstruasi. Hal ini terjadi karena buruknya MHM, kurangnya informasi mengenai menstruasi, fasilitas sanitasi dan ketersediaan air yang tidak memadai, serta kurangnya akses terhadap produk menstrual (Vashisht et al, 2018). Hal ini tentu akan memengaruhi pendidikan dan masa depan anak perempuan di India sehingga mengurangi tingkat partisipasi dan produktivitas perempuan dalam angkatan kerja yang selanjutnya berimbas pada kondisi perekonomian secara agregat dan memungkinkan terjadinya kemiskinan ekstrem di India. Dengan demikian, period poverty dapat memberikan pengaruh buruk terhadap pemberdayaan ekonomi perempuan dan negara India itu sendiri.

Period poverty bukan hanya masalah perempuan semata, melainkan juga masalah sosial yang mempengaruhi seluruh lini kehidupan. Dengan mengatasi masalah ini, kita dapat mempromosikan kesetaraan gender, meningkatkan kesehatan masyarakat, dan memberdayakan perempuan untuk mencapai potensi penuh mereka. Oleh karena itu, period poverty menjadi suatu problematika penting yang harus segera diatasi. 

Apa yang Dapat Dilakukan Pemerintah?

Guna meningkatkan kesadaran di kalangan remaja perempuan di daerah pedesaan dan untuk meningkatkan akses, penggunaan, dan pembuangan sampah produk menstrual yang aman dan berkualitas tinggi di India, pada tahun 2014 pemerintah federal memperkenalkan program Rashtriya Kishor Swasthya Karyakram (RKSK) untuk kesehatan perempuan terutama remaja (Chatterjee, 2020). Bahkan, dalam kurun waktu 2017 – 2020, beberapa pemerintah negara bagian di India telah memberikan pembalut gratis di sekolah-sekolah di beberapa tempat, seperti Odisha, Andhra Pradesh, Chhattisgarh, Maharashtra, dan Kerala. 

Namun, mengingat bahwa India merupakan salah satu negara luas dengan populasi perempuan terbanyak di dunia, hal tersebut masih dirasa belum cukup. Dari lebih dari 400 juta populasi wanita di India yang mengalami menstruasi, lebih dari 120 juta diantaranya merupakan remaja yang rentan terhadap risiko kurangnya edukasi mengenai menstrual hygiene. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan tindakan lebih lanjut dalam hal distribusi produk menstrual seperti pembalut, tampons, dan menstrual cup, secara gratis terutama pada toilet umum, pedesaan, dan daerah miskin. Pemerintah dapat membangun pusat distribusi pada setiap daerah agar produk-produk menstrual yang higienis dapat didistribusikan dengan merata di seluruh India. Pemerintah juga dapat bekerja sama dengan perusahaan produk menstrual untuk memberikan subsidi bagi golongan masyarakat tidak mampu agar harga produk menstrual menjadi lebih terjangkau.

Di sisi lain, kesadaran masyarakat terhadap higienitas menstruasi juga memiliki andil yang besar dalam meningkatkan higienitas menstruasi perempuan di India. Pemerintah India dapat berkolaborasi dengan tenaga medis dan tenaga pendidik untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terutama pada remaja perempuan di sekolah-sekolah. Harus dipastikan bahwa remaja perempuan memiliki pengetahuan dasar tentang kebersihan dan kesehatan menstruasi, serta tentang bagaimana cara memperoleh, menggunakan, dan membuang/mencuci produk menstrual dengan benar. Pemerintah seharusnya dapat membuat kebijakan pendidikan yang mengharuskan adanya edukasi kesehatan menstruasi, terutama pada sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Hal ini ditujukan agar stigma tabu tentang menstruasi dapat dihilangkan. Menstruasi pada perempuan seharusnya menjadi hal lumrah dan normal dibicarakan di masyarakat. 

Pemerintah India hendaknya belajar dari Negara Skotlandia yang mampu menjadi pelopor dalam menangani period poverty. Upaya Skotlandia untuk mengakhiri period poverty dimulai pada tahun 2016, di mana salah satu anggota parlemen dari Partai Buruh, Monica Lennon, meluncurkan kampanye untuk menggratiskan produk menstrual bagi semua orang (Diamond, 2022). Monica Lennon memperkenalkan rancangan undang-undang (RUU) tentang produk menstrual (penyediaan gratis) pada tahun 2019 untuk menciptakan hak hukum sehingga produk menstrual dapat diakses oleh siapa saja yang membutuhkan (Barry, 2022).

RUU ini mendapat dukungan luas dari berbagai kalangan, termasuk serikat pekerja, badan amal, pelajar, dan selebriti. RUU ini juga memicu percakapan global tentang period poverty dan cara mengatasinya. Disahkannya RUU tersebut pada November 2020 melalui suara bulat oleh Parlemen Skotlandia menjadikan Skotlandia sebagai negara pertama di dunia yang menggratiskan produk menstrual untuk semua orang (Diamond, 2022).

Undang-Undang produk menstrual mulai berlaku pada 15 Agustus 2022. Undang-undang ini mewajibkan pemerintah daerah dan penyedia pendidikan untuk memastikan bahwa produk menstrual tersedia secara gratis di tempat-tempat umum, seperti sekolah, perguruan tinggi, universitas, perpustakaan, pusat komunitas, dan fasilitas rekreasi. Hal ini juga memungkinkan siapa saja yang membutuhkan produk menstrual untuk memintanya dari tempat-tempat ini tanpa harus membuktikan kelayakan mereka atau memberikan informasi pribadi apa pun (Broadcasting Bina Creative, 2020).

Pemerintah Skotlandia telah mengalokasikan dana sebesar GBP 9.7 juta (USD 13.4 juta) per tahun untuk mendanai skema ini, yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi 1.5 juta orang yang mengalami menstruasi di Skotlandia. Pemerintah juga telah meluncurkan kampanye yang disebut Access to Period Products untuk meningkatkan kesadaran dan mendorong orang untuk menggunakan layanan ini. 

Pemerintah India diharapkan dapat mengikuti jejak Skotlandia. Keberhasilan pemerintah Skotlandia dalam mengatasi period poverty merupakan bukti nyata bahwa permasalahan ini dapat ditangani dengan adanya kemauan dan dukungan pemerintah. Jejak keberhasilan pemerintah Skotlandia seharusnya dapat diterapkan di negara-negara lain yang mengalami permasalahan serupa, tidak terkecuali India. Dengan adanya kebijakan yang mendukung, period poverty di India dapat ditangani dengan segera.

Apa yang Dapat Dilakukan oleh Masyarakat?

Peran masyarakat juga tidak kalah penting dari peran pemerintah. Untuk meningkatkan kesadaran mengenai higienitas menstruasi, masyarakat berperan sebagai promotor. Sosialisasi higienitas menstruasi melalui sosial media, event umum, workshop, seminar/webinar, dan kampanye dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan dan disebarluaskan oleh masyarakat umum. Upaya edukasi melalui berbagai media ini akan lebih efektif jika tokoh-tokoh dengan pengaruh kuat di masyarakat, seperti selebriti, content creator, dan tokoh publik lain juga ikut andil dalam sosialisasi kesehatan menstruasi. Dengan besarnya pengaruh tokoh-tokoh tersebut terhadap cara pandang masyarakat, diharapkan kesadaran masyarakat India mengenai higienitas menstruasi dapat meningkat.

Selain sebagai promotor, masyarakat juga berperan sebagai “rumah emosional” bagi mereka yang terdampak period poverty. Masyarakat dapat menjadi wadah dan ruang yang aman bagi masyarakat lainnya. Dalam hal ini, ruang aman dalam masyarakat dapat terbentuk dari adanya kepercayaan dan dukungan emosional terhadap masyarakat yang terdampak period poverty. Kepercayaan dan dukungan emosional ini dapat diimplementasikan dalam bentuk komunitas dan support group. Dengan adanya komunitas dan support group, masyarakat dapat saling berbagi pengetahuan, pengalaman, perasaan, pendapat, dan dukungan terhadap satu-sama lain tanpa rasa takut. Oleh karena itu, peran masyarakat sebagai “rumah emosional” merupakan hal yang krusial dalam meningkatkan higienitas menstruasi di India.

Referensi

Aditi Vashisht, Pathak, R., Rashmi Agarwalla, Bilkish Patavegar, & Panda, M. (2018). School absenteeism during menstruation amongst adolescent girls in Delhi, India. PubMed, 25(3), 163–168. https://doi.org/10.4103/jfcm.jfcm_161_17 

Babbar, K., & Supriya Garikipati. (2023). What socio-demographic factors support disposable vs. sustainable menstrual choices? Evidence from India’s National Family Health Survey-5. PLOS ONE, 18(8), e0290350–e0290350. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0290350 

Barry/London, E. (2022, August 15). Scotland Just Showed How Easy It Is To End “Period Poverty.” Time; Time. https://time.com/6206216/scotland-law-period-poverty/

BBC Newsround. (2020, November 25). Period poverty: Scotland is the first country to provide free sanitary products. BBC Newsround; BBC Newsround. https://www.bbc.co.uk/newsround/55062598

Chatterjee, P. (2020). Improving menstrual hygiene among adolescent girls in India. The Lancet Child & Adolescent Health, 4(6), 422–423. https://doi.org/10.1016/s2352-4642(20)30142-5

Diamond, C. (2020, February 25). Period poverty: Scotland first in world to make period products free. BBC News; BBC News. https://www.bbc.com/news/uk-scotland-scotland-politics-51629880 

Garg, S., & Anand, T. (2015). Menstruation related myths in India: strategies for combating it.

Journal of Family Medicine and Primary Care, 4(2), 184–184. https://doi.org/10.4103/2249-4863.154627 

Goyal, V. (2016). Scope and Opportunities for Menstrual Health and Hygiene Products in India. International Research Journal of Social Sciences, 5(7), 2319-3565.

Increasing access to hygiene products for women in India | DFC. (n.d.).

Www.dfc.gov. https://www.dfc.gov/investment-story/increasing-access-hygiene-products-women-india 

Michel, J., Mettler, A., Schönenberger, S., & Gunz, D. (2022). Period poverty: why it should be everybody’s business. Journal of Global Health Reports, 6. https://doi.org/10.29392/001c.32436

Patil, V. V., & Rekha Udgiri. (2016). Menstrual hygienic practices among adolescent girls of rural North Karnataka region, India. International Journal of Community Medicine and Public Health. https://doi.org/10.18203/2394-6040.ijcmph20162058 

Poverty. (2023). World Bank. https://www.worldbank.org/en/topic/poverty 

Poverty and Inequality Platform. (2023). Worldbank.org. https://pip.worldbank.org/country-profiles/IND 

Rohatgi, A., & Dash, S. (2023). Period poverty and mental health of menstruators during COVID-19 pandemic: Lessons and implications for the future. Frontiers in Global Women’s Health, 4. https://doi.org/10.3389/fgwh.2023.1128169

Rossouw, L., & Ross, H. (2021). Understanding Period Poverty: Socio-Economic Inequalities in Menstrual Hygiene Management in Eight Low- and Middle-Income Countries. International Journal of Environmental Research and Public Health, 18(5), 2571. https://doi.org/10.3390/ijerph18052571 

Sacca, L., Markham, C., Gupta, J., & Peskin, M. F. (2023). Editorial: Period poverty. Frontiers in Reproductive Health, 5. https://doi.org/10.3389/frph.2023.1140981 

Singh, A., Chakrabarty, M., Singh, S., Chandra, R., Chowdhury, S., & Singh, A. (2022). Menstrual hygiene practices among adolescent women in rural India: a cross-sectional study. BMC Public Health, 22(1). https://doi.org/10.1186/s12889-022-14622-7 

Sivakami, M., Maria, A., Thakur, H., Kakade, N., Patil, C. A., Shinde, S., … , & Phillips-Howard, P. A. (2018). Effect of menstruation on girls and their schooling, and facilitators of menstrual hygiene management in schools: surveys in government schools in three states in India, 2015. Journal of Global Health , 9(1). https://doi.org/10.7189/jogh.09.010408 

World Bank Group. (2023, May 30). Menstrual Health and Hygiene. World Bank; World Bank Group. https://www.worldbank.org/en/topic/water/brief/menstrual-health-and-hygiene

We are committed: Making menstrual health and hygiene everybody’s business. (2023, May 29). Waterforwomenfund.org. https://www.waterforwomenfund.org/en/news/we-are-committed-making-menstrual-health-and-hygiene-everybody-s-business.aspx

Leave a Reply

Your email address will not be published.