Author: Cynthia Aretha
Ketika Paradigma Komunisme Bertemu dengan Realitas Kapitalisme, Sebuah Kontradiksi yang Menarik
Apa yang kamu pikirkan ketika pertama kali mendengar kata ‘komunis’? Mungkin sebagian dari kita akan mengasosiasikan kata itu dengan memori sejarah yang cukup kompleks dan sensitif bagi Indonesia pada tahun 1965. Tidak menutup kemungkinan pula terlintas di benak kita adalah ‘otoriterisme’ pemerintahan Korea Utara yang menutup diri terhadap dunia luar; perekonomiannya dikuasai negara dengan sistem kepemilikan kolektif dan komunal. Namun, ketika melihat China, gambaran itu menjadi sedikit bertambah rumit. Terkadang, kondisi perekonomian China yang terus meningkat membuat kita bertanya-tanya, bagaimana negeri tirai bambu yang sarat akan komunisme mampu menjadi salah satu penguasa dan penggerak perdagangan ekonomi dunia?
Di tengah gejolak dan persaingan ekonomi global, Partai Komunis China memperlihatkan langkah-langkah yang tak terduga dengan menyokong sistem kapitalisme. Ironis, bukan? Bagaimana sebuah negara dengan ideologi komunis mampu merangkul pasar bebas, menjadi salah satu negara yang disegani di Asia, dan menjadi kekuatan ekonomi terbesar di dunia? Pertanyaan itu menghadirkan misteri yang menarik dan menantang. Apakah komunisme dan kapitalisme benar-benar tidak dapat berdampingan, ataukah China menawarkan paradigma baru yang memperkaya keduanya secara bersamaan?
Transformasi Ekonomi China: Dari Maoisme menjadi ‘Sosialisme dengan Karakteristik China’
Sejarah China dalam mencapai sistem ekonomi saat ini cukup berliku. Pada awal abad ke-20, Partai Komunis China (PKC) mulai berkuasa setelah Mao Zedong memimpin China mulai tahun 1947. PKC kemudian mengadopsi sistem ekonomi Uni Soviet dan mengandalkan industri berat (James Gethyn Evans, 2021). Kemudian setelah mengalami perpecahan dengan Uni Soviet, Mao mengembangkan interpretasi baru terhadap paham tradisional Marxisme-Leninisme dan terbitlah ideologi Maoisme. Ideologi ini berhasil secara politik, tetapi gagal secara ekonomi lantaran setidaknya 30 juta rakyat China pada masa itu mati kelaparan. Kegagalan Maoisme dalam konteks ekonomi di China menciptakan ‘Bencana Kelaparan Besar’ tahun 1959 – 1961 (James Gethyn Evans, 2021). Terlebih lagi periode kelaparan ini dapat diatribusikan kepada beberapa faktor: kebijakan kolektivisasi pertanian yang mengurangi insentif individu; kebijakan pertanian yang tidak tepat seperti ‘Gerakan Besar ke Depan’ (Great Leap Forward – 大跃进); pemaksaan pengumpulan hasil pertanian yang menyebabkan kelaparan di banyak wilayah, ketidakstabilan politik yang mengganggu produksi dan distribusi pangan; serta ketidakmampuan pemerintah untuk merespons krisis dengan cepat dan efektif (Maoism: A Global History in SearchWorks Catalog, 2019).
Kemudian setelah Mao wafat, Deng Xiaoping berusaha menata kembali perekonomian China. Ia sebenarnya mengadopsi sistem ekonomi pasar yang kemudian dibungkus rapi dengan nama ‘Sosialisme dengan Karakteristik China’ (Communism: In China, 2024)–sebuah sistem ekonomi campuran yang memadukan elemen sosialis dan kapitalis. Mulai tahun 1978, Deng Xiaoping, pemimpin China pasca-Mao, membuka pintu bagi pasar bebas dan investasi asing. Meskipun tetap mengklaim diri sebagai negara komunis, China merangkul liberalisasi ekonomi, privatisasi, dan ekspor dalam produksinya. Berdasarkan gambar 1 mengenai PDB riil per kapita China, dapat kita lihat bahwa ada lonjakan yang sangat baik dalam pertumbuhan ekonomi China setelah Deng Xiaoping melakukan reformasi tatanan ekonomi. Ditutupnya Bursa Efek Shanghai pada tahun 1950 setelah Revolusi Komunis yang kembali beroperasi pada bulan Desember 1990 juga merupakan awal pondasi pertumbuhan dan perkembangan pasar modal di China (Goldman Sachs, 2016). Dengan kembalinya pasar saham, China membuka pintu menuju integrasi yang lebih besar dengan pasar keuangan global dan memperluas akses bagi investor asing untuk berpartisipasi dalam pertumbuhan ekonomi domestik negara ini.
Tepat pada bulan Desember 2001, Jiang Zemin memutuskan China untuk bergabung dengan World Trade Organization (WTO). Keputusan ini berhasil membuka jalan yang signifikan bagi pertumbuhan ekonomi China. Sejak saat itu, China telah memperoleh manfaat yang substansial dari akses yang lebih besar ke pasar global, meningkatnya ekspor dan impor, serta memberikan kontribusi pada peningkatan efisiensi global melalui ekonomi skala besar yang diberikan oleh partisipasinya dalam sistem perdagangan multilateral. Inilah yang membedakan China dari negara komunis lainnya, seperti Rusia dan Korea Utara, yang masih terjebak dalam sistem terpusat dan tertutup. Era ‘baru’ China dengan sistem ekonomi inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Negeri Tirai Bambu–kekuatan ekonomi yang disegani di Asia bahkan dunia.
Mengungkap Rahasia Kesuksesan Ekonomi China: Kekuatan Ekspor dan Industri Dalam Negeri China
Pertumbuhan ekonomi merupakan dasar dari kemajuan sosial dan stabilitas politik (Ip dan Law, 2011; Cao dan Ren, 2019). Dalam beberapa dekade terakhir, pertumbuhan ekonomi telah menjadi fokus perhatian publik, perusahaan, dan politisi di seluruh dunia. Walaupun sebagian negara mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat, sebagian lainnya cenderung lambat. Para ekonom telah mengusulkan berbagai penjelasan, seperti faktor endowment (Henri, 2019), manajemen modal manusia (Schultz, 1961), keunggulan kompetitif (Porter, 1991), endowment sumber daya alam (Clark, 2019), dan perubahan institusional (Acemoglu, 2005). Hingga saat ini, China merupakan satu-satunya negara dengan ideologi pemerintahan ‘kiri’ yang digdaya atau sukses dalam perekonomiannya. Setelah reformasi oleh Deng Xiaoping, China kembali bekerja keras untuk memperkuat pengaruhnya dengan membuka peluang investasi asing (FDI) pada tahun 1990 dan bergabung dengan WTO (World Trade Organization) pada tahun 2001.
Kini, China terkenal dengan kekuatan ekspor dan industrinya. China telah berhasil memanfaatkan sejumlah faktor untuk mendorong ekspor dan memperkuat posisinya sebagai salah satu eksportir terbesar di dunia. Salah satu faktor utama yang mendukung ekspor China adalah keunggulan komparatif yang dimilikinya. Menurut teori keunggulan komparatif (comparative advantage) yang dikemukakan oleh ekonom David Ricardo, suatu negara akan memperoleh manfaat dengan berspesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor barang-barang yang dapat diproduksi dengan biaya rendah secara relatif, sambil mengimpor barang-barang yang biaya produksinya lebih tinggi (Suranovic, 2010). Struktur endowment China memberikan keunggulan kompetitif yang besar dalam beberapa industri tertentu, terutama dalam industri manufaktur yang intensif tenaga kerja (François Godement, 2023). Hal ini membuat China menjadi pemain utama dalam rantai pasokan global, dengan kemampuan untuk memproduksi barang-barang dengan biaya yang relatif rendah.
Salah satu sektor yang mencerminkan keunggulan komparatif China dalam ekspor adalah industri elektronik dan komputer. Data terbaru menunjukkan bahwa barang-barang elektronik dan komputer merupakan komoditas yang paling banyak diperdagangkan antara China dan Amerika Serikat (OEC, 2022). Terdapat beberapa faktor yang mendorong keunggulan komparatif China dalam sektor ini.
Pertama, China adalah pemimpin pasar global dalam ekspor peralatan penyiaran, komputer, suku cadang mesin kantor, perangkat semikonduktor, dan baterai listrik (OEC, 2022). Posisi ini mencerminkan kemampuan manufaktur dan produksi yang kuat dalam industri elektronik dan komputer. Kedua, China memiliki tenaga kerja yang besar dan terampil, yang memungkinkan tercapainya ekonomi skala dalam produksi elektronik dan komputer. Hal ini menghasilkan biaya produksi yang lebih rendah, menjadikan China sebagai lokasi yang menarik bagi perusahaan untuk memproduksi dan mengekspor barang-barang ini ke Amerika Serikat dan pasar lainnya.
Selain itu, China telah mencapai kemajuan teknologi yang signifikan dalam sektor elektronik dan komputer, memungkinkan negara ini memproduksi barang-barang berkualitas tinggi yang sangat diminati di Amerika Serikat dan pasar global lainnya (Defense One, 2023). Posisi China dalam rantai pasokan global untuk elektronik dan komputer juga menjadi faktor penting. Banyak komponen yang digunakan dalam produksi elektronik dan komputer berasal dari China, dan negara ini memiliki sektor manufaktur yang kuat untuk memproduksi barang-barang ini secara efisien.
Hubungan perdagangan yang kompleks antara Amerika Serikat dan China, termasuk berbagai perjanjian dan kebijakan perdagangan, juga mempengaruhi arus barang antara kedua negara. Misalnya, Fase Satu Perjanjian Perdagangan pada tahun 2020 mencakup komitmen China untuk meningkatkan pembelian barang-barang Amerika Serikat, termasuk elektronik dan komputer (USA Facts, 2023).
Dengan keunggulan komparatif yang kuat dalam produksi elektronik dan komputer serta posisi yang penting dalam rantai pasokan global, China telah menjadi kekuatan ekspor terbesar untuk barang-barang tersebut, terutama ke Amerika Serikat. Hal ini mencerminkan kemampuan manufaktur dan daya saing China dalam sektor ini serta ketergantungan ekonomi yang saling menguntungkan antara kedua negara adidaya tersebut.
Privatisasi di China juga telah menjadi salah satu faktor utama yang mendorong peningkatan ekspor negara tersebut dalam beberapa dekade terakhir. Seiring dengan reformasi ekonomi yang dimulai pada tahun 1978, China secara bertahap mengubah sektor produksinya dari kepemilikan negara menjadi kepemilikan swasta (Lardy, 2014). Privatisasi yang dilakukan ini memungkinkan perusahaan-perusahaan untuk beroperasi secara lebih efisien, inovatif, dan berorientasi pada pasar global. Sebagai hasilnya, perusahaan-perusahaan swasta di Cina mampu meningkatkan produktivitas, menurunkan biaya produksi, dan menghasilkan produk yang lebih kompetitif di pasar ekspor (Prasad, 2009). Mereka juga memiliki fleksibilitas yang lebih besar dalam merespons perubahan permintaan global dan menyesuaikan strategi pemasaran. Di sisi lain, privatisasi juga mendorong masuknya investasi asing langsung (FDI) ke Cina, yang membawa modal, teknologi, dan akses ke pasar global (Fan et al., 2022)
Peningkatan ekspor China telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Ekspor telah menjadi salah satu mesin penggerak utama pertumbuhan PDB Cina selama beberapa dekade terakhir (Morrison, 2014). Ekspor yang kuat membantu menjaga permintaan agregat yang tinggi, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong investasi dalam kapasitas produksi baru. Selain itu, surplus perdagangan yang dihasilkan dari ekspor yang besar juga memungkinkan China untuk mengakumulasi cadangan devisa yang besar, yang memberikan stabilitas ekonomi dan keuangan (Prasad & Rajan, 2006).
Inovasi Teknologi dan Kemajuan Industri Domestik: Peran Perusahaan Teknologi Raksasa dalam Kemajuan Ekonomi China
Selain kekuatan ekspornya, pertumbuhan ekonomi di negara ini juga dipengaruhi oleh kemajuan industri domestik swasta, yang ditandai dengan kemunculan beberapa perusahaan teknologi raksasa, seperti Alibaba, Huawei, dan Tencent. Perusahaan-perusahaan ini telah menjadi pemain utama di pasar global, mendorong inovasi, dan menciptakan lapangan kerja berkualitas tinggi (Zhu, 2012). Huawei dan Tencent telah berada di garis depan pengembangan teknologi China, dengan menjadi pemimpin dalam kepemilikan paten di sektor teknologi keamanan siber (CNBC, 2023). Alibaba juga telah menjadi pemain utama di pasar cloud computing, dengan perusahaan ini tetap menjadi pemain terbesar di pasar cloud China pada kuartal ketiga tahun 2023 (CNBC, 2024). Inovasi dan kemajuan teknologi yang dicapai oleh perusahaan-perusahaan ini telah meningkatkan daya saing global China di sektor teknologi.
Perusahaan domestik China, seperti Alibaba, Tencent, dan Huawei, telah berhasil bersaing di pasar global, dengan Tencent dan Huawei berada di antara 10 besar pemegang paten global di sektor teknologi keamanan siber (CNBC, 2023). Keberhasilan ini membantu menegaskan posisi China sebagai pemain utama di pasar teknologi global. Alibaba, Tencent, dan Huawei telah menciptakan jutaan lapangan kerja di China sekaligus berkontribusi pada tingkat lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Selain itu, perusahaan-perusahaan ini juga telah menghasilkan pendapatan valuta asing yang signifikan melalui ekspor dan investasi luar negeri, yang membantu memperkuat neraca pembayaran dan pertumbuhan ekonomi China secara keseluruhan.
Pertumbuhan perusahaan-perusahaan ini juga didukung oleh Pemerintah China melalui berbagai kebijakan, seperti insentif pajak dan subsidi untuk industri tertentu (CNBC, 2023). Pemerintah China telah memfavoritkan perusahaan-perusahaan milik negara dengan memberikan perlakuan khusus, seperti akses yang lebih mudah ke kredit dan lahan (Nikkei Asia, 2022). Meskipun demikian, perusahaan-perusahaan swasta, seperti Alibaba dan Tencent telah membentuk aliansi untuk melindungi kepentingan mereka di era baru teknologi besar China (Bloomberg, 2023). Dukungan pemerintah ini membantu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan dan inovasi perusahaan-perusahaan teknologi domestik.
Selain itu, kebijakan China untuk membatasi teknologi dan produk dari negara-negara barat telah mendorong pengembangan kapabilitas domestik dalam bidang-bidang seperti telekomunikasi, kecerdasan buatan, dan teknologi informasi. Hal ini telah membantu mengurangi ketergantungan pada impor teknologi dan memperkuat keamanan ekonomi nasional (Rosen, 2021). Meskipun kebijakan ini kontroversial, perusahaan-perusahaan domestik China telah memaksa untuk berinvestasi lebih banyak dalam penelitian dan pengembangan, serta meningkatkan daya saing global mereka.
Dampak dan Kontroversi Kekuatan Ekonomi China dalam Pengaruh Global
Pertumbuhan ekonomi China yang fenomenal dalam beberapa dekade terakhir telah menciptakan kekuatan ekonomi raksasa yang memicu kekhawatiran di banyak negara. Menurut data terbaru dari Bank Dunia, Produk Domestik Bruto (PDB) China pada tahun 2021 mencapai $17,73 triliun, menempatkannya sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat (World Bank, 2022). Angka ini mencerminkan kemampuan produksi dan konsumsi yang luar biasa dari negara dengan populasi 1,4 miliar jiwa.
Namun, dibalik pencapaian ekonomi yang mengagumkan, terdapat kekhawatiran bahwa kekuatan ekonomi China yang terus meningkat dapat mengancam dominasi Barat dan tatanan ekonomi global yang ada. Beberapa ekonom terkemuka di masa lalu bahkan meragukan kemampuan China untuk mencapai pertumbuhan seperti saat ini. Sebagai contoh, pada tahun 1993, ekonom terkenal Paul Krugman memprediksi bahwa “produktivitas yang tinggi tidak mungkin bertahan” di wilayah pesisir China karena negara tersebut tidak memiliki budaya yang kondusif untuk inovasi teknologi (Krugman, 1994). Prediksi ini terbukti keliru, dengan China menjadi pemimpin dalam banyak bidang teknologi, seperti kecerdasan buatan, komunikasi 5G, dan energi terbarukan.
Kekuatan ekonomi China yang terus meningkat telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan negara-negara Barat dan sekutu mereka. Beberapa negara mengkhawatirkan bahwa dominasi ekonomi China dapat digunakan sebagai alat kekuatan lunak untuk memperluas pengaruh politik dan ideologinya di panggung global (Blackwill & Harris, 2016). Selain itu, praktik perdagangan dan investasi China yang dianggap tidak adil oleh beberapa pihak juga menjadi sumber ketegangan dalam hubungan ekonomi internasional.
Di sisi lain, para pendukung China berargumen bahwa kekuatan ekonomi negara ini justru memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan dan stabilitas ekonomi global. Dengan populasi konsumen yang besar dan kelas menengah yang terus berkembang, China menjadi pasar yang sangat menguntungkan bagi ekspor dari banyak negara. Selain itu, investasi China di berbagai negara, terutama dalam proyek-proyek infrastruktur skala besar, dianggap membantu mendorong pembangunan ekonomi di negara-negara penerima investasi tersebut (Scissors, 2022).
Dengan mempertimbangkan berbagai sudut pandang ini, jelas bahwa kekuatan ekonomi China merupakan fenomena yang kompleks dan multidimensi. Meskipun menimbulkan kekhawatiran bagi beberapa pihak, kekuatan ini juga memiliki potensi untuk memberikan manfaat bagi perekonomian global jika dikelola dengan bijak dan transparan.
Lantas, Bagaimana dengan Perekonomian Indonesia?
Dapat disimpulkan bahwa industri domestik swasta yang kuat, didukung oleh kebijakan pemerintah yang proaktif dan upaya untuk memperkuat keamanan ekonomi nasional, telah menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang penting bagi China. Dengan model uniknya yang menggabungkan sosialis dengan ekonomi kapitalis, China menjadi titik referensi yang menarik bagi Indonesia. Meniru sistem ekonomi China secara keseluruhan mungkin tidak realistis bagi negara kita. Namun, Indonesia dapat belajar dari beberapa aspek kebijakan China, seperti mendorong industrialisasi, memperkuat sektor swasta domestik, dan berinvestasi dalam infrastruktur dan teknologi. Melalui analisis ini, Indonesia dapat memperoleh wawasan berharga dalam menghadapi tantangan ekonomi global dan memperkuat industri domestiknya. Kesimpulannya, sebuah negara komunis juga tetap dapat mencapai kesuksesan ekonomi, tetapi model ekonomi yang ideal untuk setiap negara berbeda-beda. Indonesia perlu belajar dari pengalaman China dan mengembangkan model ekonominya sendiri yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan negara. Namun, apakah Indonesia dapat mengikuti jejak China tetap menjadi pertanyaan yang menarik untuk dipertimbangkan. Lalu, bagaimana menurutmu?
Daftar Pustaka
Acemoglu, D. (2005). Constitutions, politics, and economics: A review essay on Persson and Tabellini’s the economic effects of constitutions. Journal of Economic Literature, 43(4), 1025-1048. https://doi.org/10.1257/002205105775362119
Andrew B. Liu. (2022). China Between Communism and Capitalism. The Nation. https://www.thenation.com/article/world/china-communism-free-markets/
Atlas Wealth Management Group, LLC. (2019, May 13). Atlas Wealth Management Group, LLChttps://www.atlaswealthmanagementgroup.com/blog/what-is-at-stake-u-s-a-and-china-trade-standoff
Blackwill, R. D., & Harris, J. M. (2016). War by other means: Geoeconomics and statecraft. Harvard University Press.
Cao, Y., & Ren, C. (2019). Economic growth and its determinants in China. Palgrave Macmillan.
China’s “National Champions”: Alibaba, Tencent, and Huawei – Association for Asian Studies. (2023, March 25). Association for Asian Studies. https://www.asianstudies.org/publications/chinas-national-champions-alibaba-tencent-and-huawei/
Clark, G. (2019). The industrial revolution (No. 6, Working Paper). UC Davis Center for Poverty Research.
Communism: In China. (2024, March 28). Library of Congress. https://www.loc.gov/classroom-materials/lessons/communism-in-china/
Defense One. (2023, March 26). How China’s angling to dominate semiconductor technology. https://www.defenseone.com/technology/2023/03/how-chinas-angling-dominate-semiconductor-technology/382867/
Fan, C., Li, J., Rahardja, S., & Tan, J. (2022). FDI and economic growth in China: Evidence from Chinese provinces. Economic Modelling, 106, 105647. https://doi.org/10.1016/j.econmod.2021.105647
François Godement. (2023, March 25). ‘New frontier’: The challenges of China’s export machine. https://www.institutmontaigne.org/en/blog/new-frontier-challenges-chinas-export-machine
Goldman Sachs. (2016, February 26). The revival of the Chinese stock market: Expectations vs reality. https://www.goldmansachs.com/insights/pages/rise-of-chinese-stock-market/report.pdf
Henri, L. F. (2019). Environment and trade: A Rev iew focusing on china’s role. In Environmental Pricing: Studies in Policy Choices and Interactions (pp. 173-197). MIT Press.
Hirst, T. (2015). A brief history of China’s economic growth. World Economic Forum. https://www.weforum.org/agenda/2015/07/brief-history-of-china-economic-growth/
Ip, P. K., & Law, W. W. (2011). The making of a reform agenda: Economic reform and Chinese education mobility. China Review, 11(2), 1-25.
James Gethyn Evans. (2021, November 8). Maoism, Anti-Imperialism, and the Third World | Made in China Journal. Made in China Journal. https://madeinchinajournal.com/2021/11/08/maoism-anti-imperialism-and-the-third-world%E2%80%A8/
Krugman, P. (1994, December 28). The myth of Asia’s miracle. Foreign Affairs, 73(6), 62–78. https://doi.org/10.2307/20046929
Lardy, N. R. (2014). Markets over Mao: The rise of private business in China. Peterson Institute for International Economics.
Maoism : A Global History in SearchWorks Catalog. (2019). Stanford Libraries. https://searchworks.stanford.edu/view/13264459
Morrison, W. M. (2014). China’s economic rise: History, trends, challenges, and implications for the United States. Congressional Research Service.
Nikkei Asia. (2022, November 19). China’s plan to build national champions clouds its future. https://asia.nikkei.com/Opinion/China-s-plan-to-build-national-champions-clouds-its-future
OEC. (2022). China (CHN) exports, imports, and trade partners. https://oec.world/en/profile/country/chn
Porter, M. E. (1991). Towards a dynamic theory of strategy. Strategic Management Journal, 12(S2), 95-117. https://doi.org/10.1002/smj.4250121008
Prasad, E. S. (2009). Rebalancing growth in Asia. International Finance, 12(1), 27-66. https://doi.org/10.1111/j.1468-2362.2009.01232.x
Prasad, E. S., & Rajan, R. G. (2006). Modernizing China’s growth paradigm. American Economic Review, 96(2), 331-336. https://doi.org/10.1257/000282806777212344
Rosen, D. H. (2021). China’s way forward: Restructuring the economy. The Diplomat. https://thediplomat.com/2021/07/chinas-way-forward-restructuring-the-economy/
Schultz, T. W. (1961). Investment in human capital. The American Economic Review, 51(1), 1-17.
Scissors, D. (2022, February 4). Investment as a weapon: China’s economic rise and its global investment strategy. The Hudson Institute. https://www.hudson.org/research/17606-investment-as-a-weapon-china-s-economic-rise-and-its-global-investment-strategy
Suranovic, S. (2010). A theoretic analysis of comparative advantage. International Trade Theory and Policy. https://flatworldknowledge.lardbucket.org/books/international-trade-theory-and-policy/s05-03-a-theoretic-analysis-of-compar.html
Timur, A. (2016, July 17). Distrik keuangan Lujiazui di Shanghai. Matahari terbenam yang… IStock. https://www.istockphoto.com/id/foto/matahari-terbenam-di-atas-lujiazui-gm564562876-98994187
USA Facts. (2023, March 26). How the US trades with China. https://usafacts.org/articles/how-us-trades-china/
World Bank. (2022, April 14). China Overview. https://www.worldbank.org/en/country/china/overview
World Bank Open Data. (2015). GDP (constant 2015 US$) – China. https://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.KD?locations=CN
Zhu, N. (2012). Developing the giant: The rise of China’s private enterprises. Thunderbird International Business Review, 54(5), 705-712. https://doi.org/10.1002/tie.21496