Oleh: Ayisha Azriella dan Ester Dwi
Pendahuluan
1. Latar Belakang Birth Order Effect
Stereotip karakteristik anak berdasarkan urutan kelahiran masih menjadi bahan perbincangan. Anak pertama lebih dimanja, anak tengah diabaikan, dan anak bungsu lebih ‘bertingkah’ karena mendambakan perhatian (Vedantam, 2017). Riset studi yang panjang sejak 1920-an menunjukkan diskursus menarik tentang birth order effect dalam psikologi sosial dan ekonomi. Adler (1928) secara khusus membahas tentang urutan kelahiran yang mempengaruhi perkembangan dan kepribadian anak. Lebih lanjut, riset studi selanjutnya menunjukkan adanya pengaruh birth order terhadap pencapaian pendidikan (Black et al., 2005), inteligensi (Rohrer et al., 2015), schooling dan pendapatan (Behrman & Taubman, 1986), status gizi (Horton, 1988), dan lain-lain. Sudut pandang baru dari birth order effect dibahas oleh Breining et al. (2017) dengan penemuan bahwa anak kedua laki-laki memiliki prevalensi lebih besar untuk terlibat dalam kejahatan. Birth order effect memiliki lini masa panjang dalam diskusi terkait dampaknya terhadap berbagai aspek dalam individu dan sosial.
Diskusi yang panjang di kalangan para peneliti juga dapat diartikan sebagai kegagalan peneliti dalam melihat realitas dan mentransformasikan informasi ke dalam model yang dikembangkan. Pemikiran populer Sulloway (1996) yang menyatakan bahwa urutan kelahiran memiliki pengaruh lebih besar terhadap sikap sosial individu di samping gender, kelas, atau ras, tidak berhasil dibuktikan secara empirik. Penelitian pada tahun 1999 membuktikan inkonsistensi Sulloway dalam realita, dan bahwa teori birth order effect lebih baik dikonseptualisasikan pada efek yang sederhana di wilayah terbatas dan masyarakat tertentu (Fresse et al., 1999). Lebih lanjut, birth order dinilai tidak memiliki dampak terhadap kepribadian (Rohrer, 2015). Maka dari itu, kajian terhadap birth order sebagai variabel eksplanatori yang penting dalam model perkembangan dan kepribadian harus memperhatikan kondisi dalam keluarga, terutama alokasi sumber daya.
2. Tujuan Penulisan Kajian
Ukuran keluarga, urutan kelahiran, dan alokasi sumber daya merupakan aspek penting untuk dikaji dalam kebijakan pengendalian populasi. Birth order effect dan alokasi intra-keluarga memiliki posisi penting dalam formulasi kebijakan pengendalian penduduk. Dalam kasus Jepang, usaha pemerintah sejak 1990-an belum mampu mendongkrak angka fertilitas secara signifikan, meskipun biaya pengasuhan anak dan biaya implisit lainnya telah ditekan (UN Expert Group Meeting, 2015). Keputusan untuk memiliki anak kemudian dipengaruhi oleh alokasi sumber daya yang akan diberikan kepada setiap anak, serta bagaimana dampaknya terhadap beberapa aspek kehidupan. Tulisan ini membahas proses alokasi sumber daya dalam keluarga kepada masing-masing anak dan dampaknya terhadap kehidupan anak di jangka panjang. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat jika birth order memang signifikan terhadap keberhasilan anak dengan perbedaannya alokasi dalam rumah tangga.
Landasan Teori
1. Human Capital Theory
Akumulasi kapital tidak hanya terjadi pada modal fisik, tetapi juga modal manusia. Becker (1970) menjelaskan bahwa investasi pada manusia dapat berupa pendidikan, pelatihan, dan sikap dalam bekerja. Sebagai manusia, kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki saat ini merupakan stok modal yang memiliki tingkat pengembalian berupa pendapatan dan manfaat lainnya. Perbedaan modal manusia antar individu dapat disebabkan oleh kemampuan bawaan, schooling, kualitas sekolah dan investasi di luar sekolah, pelatihan, serta kondisi pra pasar tenaga kerja.
Secara umum, tingkat pengembalian (return) dalam human capital investment umumnya adalah tingkat pendapatan (Becker, 1992). Akan tetapi, aplikasi human capital theory terhadap schooling dan pendapatan dan investasi pada anak, memiliki proses akumulasi kapital dan return yang cukup berbeda. Schooling memiliki biaya langsung dan biaya peluang karena bersekolah. Tingkat pendapatan yang lebih tinggi adalah return dari schooling. Fokus investasi dilakukan dalam bentuk keputusan pada siklus hidup. Secara teoritis, seseorang harus terus bersekolah sampai marginal rate of return sama dengan interest rate. Kedua, investasi pada anak dan implikasinya terhadap fertilitas. Dalam kerangka ini, pengurangan ukuran keluarga secara eksogen akan meningkatkan investasi orang tua pada anak, yang kemudian mempengaruhi human capital dan kesejahteraan anak secara positif (Angrist et al., 2010).
Keputusan untuk melakukan investasi dalam human capital ditentukan oleh ekspektasi biaya dan manfaat. Termasuk dalam perhitungan biaya adalah biaya langsung dan biaya implisit. Kemudian, manfaat dihitung dari selisih keuntungan dalam mengambil pendidikan, atau net benefit. Selisih akumulasi nilai present value yang positif menunjukkan bahwa investasi tersebut akan menguntungkan. Komponen penting yang mempengaruhi tingkat return terletak pada masa persiapan sebelum memasuki pasar tenaga kerja. Keluarga yang mempersiapkan anak dengan lebih baik akan menikmati return yang lebih besar. Alokasi pengeluaran dalam keluarga ditentukan berdasarkan pada jumlah anak dalam keluarga dan berapa banyak dana yang dibelanjakan untuk tiap anak (Becker, 1992). Becker melihat bahwa relasi antara jumlah anak dan jumlah pengeluaran tiap anak bersifat negatif, sebagai respons dari kenaikan jumlah anak yang akan menambah jumlah penambahan pengeluaran tiap anak jika dihitung secara total.
2. Resource Deprivation (Dilution) Theory
Pemikiran utama dari resource dilution theory adalah pengaruh ukuran keluarga terhadap pencapaian anak dalam pendidikan. Model ini dibangun atas dasar asumsi bahwa orang tua memiliki sumber-sumber daya tertentu yang jumlahnya terbatas dan tidak dapat diubah dalam waktu cepat, relatif terhadap penambahan anak. Blake (1981) memaparkan beberapa sumber daya yang disediakan oleh orang tua begitu anak lahir. Pertama, orang tua akan menyediakan lingkungan atau settings, di mana anak akan tumbuh dan berkembang. Termasuk di antaranya adalah rumah, kebutuhan dasar, aspek kultural dan hiburan seperti buku, gambar, musik, dan lain-lain. Kedua, orang tua akan menyediakan peluang, atau kesempatan bagi anak untuk menghadapi dunia luar dan berkontribusi untuk masyarakat. Ketiga, orang tua akan menyediakan perhatian, intervensi, dan pengajaran secara langsung atau melalui contoh dalam kehidupan sehari-hari, yang dinamakan dengan treatments (Spaeth, 1976; Blake, 1981).
Signifikansi jumlah anak terhadap kualitas tiap anak dalam model dilution berasal dari ketidakmampuan sumber daya yang dimiliki berubah dengan cepat, relatif terhadap penambahan anggota keluarga. Dengan kata lain, semakin banyak anak, maka semakin sedikit sumber daya yang diberikan untuk tiap anak, sehingga kemudian output dalam pendidikan akan terpengaruh secara negatif. Hal tersebut berlaku untuk beberapa variabel kontrol lain seperti status sosio-ekonomi orang tua, katolik atau non-katolik, latar belakang geografis, ukuran komunitas, umur responden, dan struktur keluarga ketika responden sedang bertumbuh (Blake, 1981). Dilution model mengabaikan beberapa aspek penting dalam keluarga yang juga menentukan kualitas anak. Beberapa di antaranya adalah tidak adanya pseudo-parent, atau peran orangtua yang dilakukan oleh anak yang lebih tua. Kemudian, tingkat fertilitas orang tua tidak mempengaruhi status sosial ekonomi dari orang tua. Terakhir, efek dari saudara terhadap pencapaian sekolah anak. Anak tunggal dipercaya kurang beruntung karena tidak memiliki saudara untuk berinteraksi (Blake, 1981; Falbo, 1977; Thompson, 1974). Terakhir, dilution model tidak menjelaskan efek urutan kelahiran terhadap pencapaian pendidikan anak. Secara logis, model tersebut menyiratkan bahwa kualitas setiap anak akan turun pada setiap penambahan anak, tetapi tingkat penurunan akan berkurang setelah anak kedua, karena setiap anak berikutnya mengalami loss yang lebih sedikit secara proporsional (Blake, 1981).
3. The Confluence Theory
The confluence theory memperkaya kajian birth order effect melalui penjelasan mengenai keterkaitan yang signifikan antar saudara dalam hal intelegensi. Model ini menekankan ukuran keluarga dan birth order secara signifikan mempengaruhi tingkat intelegensi masing-masing individu dalam keluarga (Zajonc & Markus, 1975). Kondisi intelektual orang tua dan saudara kandung dinamakan sebagai lingkungan intelektual akumulatif. Dalam artian, sebuah keluarga dengan orang tua dan satu anak akan mengalami penurunan tingkat intelektual secara umum jika terjadi kelahiran anak kedua. Seiring bertambahnya usia, tingkat intelektual akan bertambah, dan akan kembali menurun jika terdapat kelahiran anak ketiga, keempat, dan seterusnya. Dalam model yang dikembangkan oleh Zajonc dan Marcus (1975), kondisi saling mempengaruhi antar saudara direpresentasikan oleh parameter (alpha). Setiap pertambahan anak akan mengakumulasikan kondisi intelektual masing-masing anggota keluarga ke dalam model yang berbeda. Pada ilustrasi berikut yang disediakan Zajonc dan Markus, garis perkembangan tingkat intelektual terhadap waktu akan berubah seiring dengan pertambahan anak, atau dapat dikatakan sebagai perubahan lingkungan intelektual.
Gambar 1: Proses ɑ dalam Keluarga 2 anak (Zajonc & Markus, 1975)
Model confluence memprediksi efek positif dan negatif dari urutan kelahiran, efek negatif dari ukuran keluarga, dan kegagalan untuk anak terakhir dan anak tunggal (Zajonc & Markus, 1975). Arah pengaruh tersebut dipengaruhi oleh jarak antar kelahiran. Jarak kelahiran yang signifikan akan memberikan lingkungan intelektual yang lebih baik untuk kelahiran anak selanjutnya dibandingkan dengan jarak kelahiran sempit. Pada kasus anak terakhir dan anak tunggal, lingkungan intelektual untuk melakukan ‘pengajaran’ kepada saudara tidak ditemukan, sehingga tingkat intelektual tidak mengikuti pola dilution model.
Pembahasan
1. Perbedaan Alokasi Waktu dan Tingkat Pencapaian Pendidikan
Ketika tingkat pencapaian pendidikan di antara anak-anak dalam sebuah rumah tangga dievaluasi, tingkat signifikansinya dan hubungannya dengan urutan kelahiran bervariasi. Menurut banyak peneliti, termasuk salah satu oleh Takeuchi, et al. (2020), anak terakhir biasanya lebih diutamakan di negara berkembang oleh keluarga kurang mampu, sementara anak sulung biasanya mendapatkan lebih banyak keuntungan di negara maju. Bukti-bukti yang tertera di berbagai studi empiris menunjukkan bahwa urutan kelahiran atau birth order tidak berpengaruh terhadap pengeluaran pendidikan untuk setiap anak jika orang tua lulusan pendidikan sekolah menengah ke atas atau umumnya keluarga yang lebih kaya (Ejrnaes, et al., 2002). Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh fakta bahwa rumah tangga yang lebih mampu dapat dengan mudah mengalokasikan jumlah uang yang sama kepada setiap anak untuk mendapatkan pendidikan terbaik. Selain itu, mereka sangat menjunjung tinggi pendidikan dan melihatnya sebagai bentuk investasi sumber daya manusia, sehingga memprioritaskannya untuk setiap anak.
Waktu yang dialokasikan ibu untuk anak juga merupakan aspek penting untuk keberhasilan dan kualitas anak dalam bersekolah. Sifat waktu yang terbatas dan tidak dapat ditransfer membuat keputusan alokasi waktu terhadap penambahan jumlah anak menjadi penting untuk diperhatikan. Kelangkaan waktu dibuktikan oleh Hill and Stafford (1974) dan Leibowitz (1974) di mana setiap anak akan menerima waktu dari ibu lebih sedikit seiring dengan penambahan jumlah saudara. Anak pertama akan menikmati keuntungan waktu yang relatif lebih banyak, terutama pada tahun-tahun kritis pertumbuhannya, sehingga memperoleh capaian akademik yang lebih tinggi.
Sebagai negara berkembang, ada keuntungan untuk anak yang urutan kelahirannya lebih tinggi di Filipina dari segi pencapaian pendidikan. Meskipun ada perbedaan di antara setiap keluarga, penelitian yang dilakukan oleh Ejnaes, et al. (2002) menunjukkan bahwa pencapaian, penyelesaian, dan tingkat partisipasi sekolah lebih tinggi untuk saudara kandung yang lebih muda. Di Meksiko, hasilnya menyiratkan bahwa anak yang lebih muda juga memiliki keuntungan dalam rumah tangga karena mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dibandingkan dengan saudara-saudaranya (Cordova, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi urutan kelahiran, semakin tinggi alokasi untuk mereka dibandingkan dengan saudara yang lebih tua. Pola ini juga terlihat di berbagai negara Afrika dan negara berkembang lainnya.
Salah satu alasan dari pola tersebut adalah anak dengan urutan kelahiran tinggi dilahirkan dalam rumah tangga yang orang tuanya berusia lebih tua sehingga lebih berpengalaman dalam mengasuh anak (Takeuchi, et al., 2020). Alasan tersebut dapat juga dikaitkan erat dengan pendapatan orang tua yang lebih stabil atau lebih tinggi. Namun ketersediaan sumber daya bergantung pada pertumbuhan pendapatan keluarga itu sendiri yang juga bisa negatif. Di Afrika, beberapa anak sulung dipaksa bekerja dengan orang tua mereka untuk mendapatkan lebih banyak pendapatan rumah tangga dari umur muda. Akibatnya, mereka terpaksa meninggalkan sekolah lebih awal dari adik-adiknya. Selain bukti empiris tersebut, teori Zajonc (1976) menyebutkan bahwa pendidikan anak tergantung pada lingkungan intelektual rumah tangga. Karena anggota keluarga yang lebih berpendidikan dapat membantu proses belajar anak yang lebih muda, tingkat pengembalian pendidikan mereka juga bisa lebih tinggi. Dengan itu, untuk contoh di atas, urutan kelahiran memiliki hubungan positif dengan pencapaian pendidikan.
Di sisi lain, penelitian yang dilakukan dengan menggunakan data PSID rumah tangga di Amerika Serikat menemukan bahwa anak sulung lebih sering mendapat keuntungan akademis (Kantaravic, et al., 2005). Alasan utamanya adalah adanya kendala keuangan keluarga dimana sebagian besar uang akan dihabiskan untuk anak-anak pertama terlebih dahulu, sehingga lebih sedikit yang tersisa untuk adik-adiknya. Namun dalam penelitian menggunakan data rumah tangga Prancis, keterbatasan bukan hanya dari segi sumber daya finansial, tetapi juga waktu (Mechoulan, et al., 2015). Karena dua variabel yang memiliki korelasi tinggi terhadap pencapaian pendidikan menipis di antara anak-anak dengan urutan kelahiran yang lebih tinggi, hubungan negatif antara urutan kelahiran dan pencapaian pendidikan dapat ditemukan. Karena penemuan tersebut, ukuran keluarga atau jumlah anak diperkirakan berkorelasi negatif dengan tingkat pendidikan orang tua yang meningkatkan kemungkinan bahwa tidak semua anak akan diperlakukan sama secara akademis.
Meskipun birth order effect sering diteliti oleh banyak ekonom, variabel urutan kelahiran tidak selalu signifikan secara statistik. Variabel lain yang dapat menentukan alokasi pendidikan dalam sebuah rumah tangga adalah jenis kelamin. Di Filipina, data terhadap pencapaian edukasi untuk anak perempuan lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki, termasuk rata-rata hasil dari edukasi yang telah didapatkan. Jika orang tua berinvestasi tergantung pada tingkat hasil yang diharapkan, maka alokasi mereka untuk anak perempuan akan lebih tinggi. Sebaliknya, di beberapa daerah atau negara yang masih berakar pada budaya tertentu dimana perempuan seharusnya mengurus orang tua dan keluarga, lebih banyak investasi akan disalurkan ke anak laki-laki agar menjadi pendapatan keluarga. Dengan itu, kita melihat bahwa ada efek signifikan antara urutan kelahiran untuk pendidikan dengan beberapa faktor lain.
2. Efek terhadap Pekerjaan dan Pendapatan
Meskipun ada banyak penelitian yang membahas efek urutan kelahiran pada pendapatan dan keterkaitannya dengan tingkat pendidikan dan pekerjaan mereka, banyak ekonom gagal untuk menemukan signifikansinya. Namun, sebuah jurnal oleh Bertoni dan Brunello (2013) yang menggunakan database lintas negara untuk 11 negara Eropa dan mendasarkan analisis pada asumsi bahwa ada hubungan negatif antara urutan kelahiran dan pencapaian pendidikan menemukan banyak korelasi. Mereka menemukan bahwa keuntungan yang dialami oleh anak sulung dalam hal penghasilan berumur pendek dan akan hilang ketika mereka berusia sekitar 30 tahun. Hal ini terutama disebabkan oleh fakta bahwa saudara kandung dengan urutan kelahiran lebih tinggi, dengan cepat, mengejar ketertinggalan dengan pindah-pindah pekerjaan lebih awal di masa karirnya agar mengalami pertumbuhan pendapatan yang lebih cepat.
Karena tingkat mobilitas pekerjaan yang lebih tinggi untuk saudara yang lebih muda, urutan kelahiran tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keuntungan pendapatan seumur hidup saudara yang lebih tua. Temuan lain dalam penelitian tersebut adalah bahwa anak yang lahir belakangan lebih cenderung mengambil pekerjaan yang lebih berisiko, meskipun memulai dengan pekerjaan pertama yang gajinya tidak sebagus anak sulung. Karena mereka cenderung tidak lama bertahan dalam pekerjaan awal mereka, anak dengan urutan kelahiran lebih tinggi menggapai semua peluang yang dapat membantu pertumbuhan karirnya dan pendapatannya dalam jangka panjang. Sehingga walaupun anak sulung berpenghasilan sekitar 13,5 hingga 18,6% lebih banyak daripada anak terakhir saat pertama memasuki pasar tenaga, efeknya bersifat sementara karena mereka memilih pekerjaan yang lebih stabil. Dengan itu, mereka jarang mencari peluang di luar tempat kerja awal mereka.
Penemuan-penemuan tersebut menunjukkan bahwa pengaruh urutan kelahiran terhadap pendapatan tidak sepenuhnya disebabkan oleh perbedaan tingkat pendidikan yang diterima. Alasan-alasan di atas dapat dianalisis dari perspektif yang lebih psikologis dimana anak sulung secara alami memiliki kecenderungan untuk lebih berhati-hati (Wang et al, 2009). Karena anak-anak dari urutan kelahiran yang lebih tinggi berada di bawah tekanan besar untuk mendapatkan hasil yang sama meskipun sumber daya yang didapatkannya biasanya lebih dikit, mereka lebih bersedia untuk mengambil langkah yang lebih berisiko selama bisa mencapai tujuan. Walau biasanya berjuang dari upah awal yang lebih rendah, mereka bekerja keras untuk akhirnya mendapatkan upah yang sama atau lebih tinggi dari kakak-kakaknya.
Untuk kasus Amerika, penemuannya sejalan dengan apa yang ditemukan oleh Bertolli dan Brunello. Sebagai negara maju, anak sulung memiliki keunggulan pendidikan. Namun, hubungan urutan kelahiran dengan pendapatan tergantung pada ukuran keluarga bukan pendidikan (Elgeness, 2017). Untuk keluarga yang lebih kecil, yang tertua dan termuda biasanya memiliki hubungan positif atau keuntungan pendapatan. Namun, jika jumlah saudara kandung lebih dari empat, hubungannya akan negatif untuk semua anak. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh sumber daya yang harus dialokasikan antara lebih sedikit orang, sehingga kapasitas dan target setiap anak serupa. Hubungan mungkin berbeda di negara berkembang, tetapi belum banyak penelitian membahas pentingnya urutan kelahiran pada tingkat pendapatan setiap anak ketika hubungan dengan pendidikan sekarang positif.
3. Status Gizi dan Kesehatan yang menghambat Pertumbuhan
Kondisi sumber daya makanan dan nutrisi dalam keluarga mampu mempengaruhi status kesehatan anak yang kemudian akan berdampak pada tingkat intelektual (Horton, 1988). Terkhusus pada negara berkembang, alokasi sumber daya memiliki dampak penting terhadap distribusi pendapatan dan ketimpangan, bahkan kemampuan bertahan hidup pada ukuran keluarga yang cukup besar. Efek dari urutan kelahiran terhadap alokasi sumber daya yang mempengaruhi nutrisi tidak terlalu signifikan dalam jangka pendek. Orang tua cenderung membagikan sumber daya secara sama untuk setiap anak pada satu waktu tertentu. Pada ukuran keluarga yang besar, dampak dari urutan kelahiran berhubungan negatif dengan alokasi sumber daya, dengan anak terakhir akan mengalami kerugian yang lebih banyak. Hal ini diasosiasikan dengan tingkat kemiskinan atau kelangkaan sumber daya.
Tragedi kelaparan di Belanda secara tidak sengaja menarik perhatian para peneliti untuk mengkaji dampak alokasi nutrisi terhadap dampak dari urutan kelahiran dan ukuran keluarga (Stein, Susser, Saenger and Marolla, 1975; Blake 1981). Hasil dari penelitian itu menunjukan hasil yang bervariasi terkait urutan kelahiran dan tingkat intelegensi. Hal tersebut disebabkan oleh irelevansi data yang digunakan. Salah satu penelitian yang banyak dikritik adalah Belmont dan Marolla (1973) yang menggunakan data 386.114 pemuda Belanda berusia 19 tahun yang selamat dari masa kelaparan parah tahun 1944-1947. Data tersebut seharusnya tidak digunakan untuk menjelaskan dampak terhadap tingkat intelegensi secara langsung. Sebaliknya, ini dirancang untuk menganalisis efek malnutrisi ibu selama kehamilan pada perkembangan intelektual masa depan dari anak-anak yang lahir dari ibu yang menderita kelaparan selama kelaparan 1944-1945 di beberapa bagian wilayah Belanda (Blake, 1981).
Efek dari jangka panjang birth order terhadap status kesehatan menunjukkan pengaruh yang signifikan. Status kesehatan menurun seiring dengan bertambahnya usia, dan anak terakhir akan memiliki nutrisi yang paling buruk di antara saudara yang lain. Rahman (2016) menggunakan data dari Bangladesh Demographic Health Survey (BDHS) untuk menunjukkan signifikansi urutan kelahiran terhadap penyakit stunting. Hasilnya, birth order merupakan salah satu indikator penting dalam menjelaskan prevalensi stunting, terutama setelah anak kelima.
Analisis Kebijakan
Kajian ini membahas beberapa bukti empiris yang menunjukkan perbedaan alokasi sumber daya berwujud, maupun tidak berwujud antara saudara kandung. Sebagian besar distribusi yang tidak merata disebabkan oleh sebuah kendala, bisa jadi karena pendapatan yang kurang memadai atau hanya jam dalam sehari yang tidak cukup untuk mengurus semua anak. Untuk memastikan bahwa semua anak, terlepas dari urutan kelahiran mereka, mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang sama untuk tumbuh, diperlukannya kebijakan. Kebijakan tersebut dapat mengontrol ukuran keluarga untuk memastikan bahwa setiap rumah tangga memiliki kapasitas untuk mengurus semua anak atau dapat memberi bantuan dalam bentuk uang atau fasilitas lainnya. Pada akhirnya, tujuan penerapan kebijakan adalah untuk memastikan bahwa tidak ada anak yang memiliki standar hidup lebih rendah dari saudara mereka hanya karena lahir pertama atau terakhir dalam keluarga.
Di Amerika Serikat, kebijakan yang sudah diterapkan adalah keringanan pajak untuk setiap anak yang dapat diklaim oleh semua orang tua agar memiliki lebih banyak pendapatan yang dapat dibelanjakan untuk anak. Di sebagian besar negara Skandinavia seperti Norwegia, tunjangan anak dalam bentuk transfer tunai tahunan bertujuan untuk meningkatkan standar kehidupan anak-anak, terutama di keluarga berpenghasilan rendah. Mereka juga menyediakan beberapa kartu rekreasi di mana anak-anak yang lebih besar didorong untuk bergabung dengan kegiatan sosial yang bermanfaat untuk meningkatkan inklusi (Rasin, 2020). Di Swedia, keluarga yang lebih besar dapat memperoleh suplemen keuangan tambahan seperti yang terlihat pada Tabel 1 di bawah ini dan lebih banyak waktu dapat dialokasikan untuk pengasuhan anak karena pengurangan jam kerja dan cuti hamil yang dibayar (European Commission, 2022).
Tabel 1: Suplemen Finansial untuk Keluarga Besar di Swedia (European Commission, 2022)
Berbeda dengan negara maju, keluarga di negara berkembang lebih cenderung mengalami kendala sumber daya yang menghambat pengasuhan yang memadai untuk semua anak dalam keluarga mereka. Di daerah Sub-Sahara Afrika, mulai banyak kebijakan Perkembangan Anak Usia Dini (PAUD) yang telah diadopsi sejak Millenium Development Goals. Serupa dengan negara berkembang, beberapa negara bekerja sama dengan dewan PBB dan World Bank untuk memberikan dukungan keuangan (Neruman, el., 2012). Namun, efektivitasnya tergantung pada tingkat holistisitas kebijakan di masing-masing negara. Masalah yang dialami oleh negara berpenghasilan rendah (LICs) lainnya cukup sama di mana masalahnya adalah mendapatkan sumber pendapatan untuk menyediakan bantuan atau barang publik. Ada juga beberapa negara seperti Iran atau China yang memilih untuk memberlakukan kebijakan untuk mendorong keluarga agar mengontrol jumlah anak untuk menghindari perlakuan tidak adil terhadap saudara kandung (Karamouzian, et al., 2014).
Penutup
- Rekomendasi Kebijakan
Pemahaman tentang pentingnya kebijakan yang berkaitan dengan perlakuan adil terhadap anak telah berkembang. Namun demikian, masih terdapat beberapa kekurangan atau peluang perbaikan untuk kebijakan baik di negara berkembang maupun negara maju. Untuk negara berpenghasilan lebih tinggi dengan transfer tunai yang memadai, penyediaan sistem penitipan anak umum dapat mengatasi masalah alokasi waktu untuk keluarga dengan ukuran lebih besar (OECD, 2005). Meskipun orang tua tidak dapat mengalokasikan waktu mereka sendiri, perkembangan masih dapat dialami melalui bantuan orang lain. Kemungkinan lain adalah pelatihan orang tua untuk memastikan bahwa perawatan terhadap anak-anak sudah baik.
Secara global, pemerintah harus bertujuan untuk memastikan bahwa ada akses universal untuk pengurusan anak berkualitas baik. Dengan mengalokasikan lebih banyak dana untuk penyediaan barang publik, akan ada akses yang lebih baik dan lebih mudah untuk pendidikan, kesehatan, gizi, dan bahkan keterlibatan keluarga (UNICEF, 2019). Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan pengumpulan data tentang biaya pengurusan anak dan efek urutan kelahiran dalam keluarga, terutama keluarga berpenghasilan rendah. Pemerintah kemudian dapat mengembangkan kebijakan lintas sektor anak untuk memenuhi kebutuhan yang terseluruh, baik melalui kemitraan publik atau swasta. Mereka juga dapat menetapkan kebijakan publik yang memastikan keluarga di komunitas dengan banyak saudara kandung benar-benar mampu memiliki keluarga besar. Terakhir, apa yang direkomendasikan dalam hal sistem pengasuhan anak di negara maju juga dapat diterapkan oleh negara berkembang untuk pertumbuhan kognitif dan untuk membangun keterampilan sosial sejak usia muda.
2. Kesimpulan
Banyak peneliti memformulasikan model dengan birth order sebagai variabel eksplanatori dominan terhadap berbagai variabel dependen dalam aspek sosial, psikologis, dan ekonomi individu. Hasil yang bervariasi pada berbagai temuan juga menunjukkan signifikansi yang bervariasi. Diskusi yang panjang dalam lingkup birth order effect dapat diartikan sebagai kegagalan peneliti dalam melihat realitas dan mentransformasikan informasi ke dalam model yang dikembangkan. Sulloway (1996) bahkan dengan berani mendahulukan urutan kelahiran sebagai penentu kepribadian di samping gender, kelas, dan usia. Kontras dengan hal tersebut, beberapa peneliti lain (Kantaravic, et al., 2005; Bertoni & Brunello, 2013; Horton, 1988) berhasil menunjukkan hasil yang signifikan dari birth order effect terhadap akademik, capaian pendidikan, dan status kesehatan. Melihat pola tersebut, lingkup alokasi sumber daya dalam keluarga perlu dikaji secara tepat untuk menemukan konklusi yang relevan.
Dapat disimpulkan juga bahwa signifikansi pengaruh urutan kelahiran pada keberhasilan seorang anak bervariasi dalam sebuah keluarga. Meskipun pola-pola tertentu dapat ditemukan di beberapa negara-negara, kesimpulan dalam literatur lain juga bertergantungan pada dataset yang digunakan. Penelitian tentang urutan kelahiran harus terus dilaksanakan dengan kumpulan data yang lebih baru sehingga pemerintah dapat menetapkan kebijakan yang tepat untuk memastikan bahwa anak-anak tidak mendapatkan tingkat pendidikan dan nutrisi yang tidak adil hanya karena urutan kelahiran mereka. Inilah sebabnya mengapa pengumpulan dan analisis data secara lebih baik dapat menjadi langkah pertama untuk mengatasi masalah bervariasinya penemuan. Dengan ditetapkannya kebijakan yang lebih komprehensif dan memadai, maka perkembangan dini anak intra dan lintas keluarga dapat diratakan sehingga garis mulai untuk mencapai kesuksesan sama.
Daftar Pustaka
Angrist, J., Lavy, V., & Schlosser, A. (2010.). Multiple Experiments for the Causal Link between the Quantity and Quality of Children. 51.
Black, S. E., Devereux, P. J., & Salvanes, K. G. (2005). The More the Merrier? The Effect of Family Size and Birth Order on Children’s Education. The Quarterly Journal of Economics, 120(2), 669–700. http://www.jstor.org/stable/25098749
Breining, S., Doyle, J., Figlio, D. N., Roth, J., & Karbownik, K. (n.d.). Birth Order and Delinquency: Evidence from Denmark and Florida. 50.
Bertoni, M., & Brunello, G. (2013, November). Laterborns Don’t Give Up: The Effects of Birth Order on Earnings in Europe. IZA. https://docs.iza.org/dp7679.pdf
Córdova, K. Birth Order Effect on Education Level and Time Allocation Decisions: Evidence from Mexican Households. https://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.511.5096&rep=rep1&type=pdf
Ejrnaes, M., & Pörtner, C. C. (2004). Birth order and the intrahousehold allocation of time and education. Review of Economics and Statistics, 86(4), 1008-1019. https://web.williams.edu/Economics/neudc/papers/bo_ver2-1.pdf
Elgeness, C. (2017). Who is Better Off?: An Empirical Analysis of How Birth Order Effects Earnings. The Park Place Economist, 25(1), 10. https://digitalcommons.iwu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1461&context=parkplace
European Commission. (2022). Sweden – Employment, Social Affairs & Inclusion – European Commission. https://ec.europa.eu/social/main.jsp?catId=1130&langId=en&intPageId=4804
Freese, J., Powell, B., & Steelman, L. C. (1999). Rebel without a Cause or Effect: Birth Order and Social Attitudes. In Source (Vol. 64, Issue 2, pp. 207–231). American Sociological Review.
Horton, S. (1988a). Birth Order and Child Nutritional Status: Evidence from the Philippines. In Source: Economic Development and Cultural Change (Vol. 36, Issue 2, pp. 341–354).
Kantarevic, J., & Mechoulan, S. (2005, September). Birth Order, Educational Attainment and Earnings: An Investigation Using the PSID. IZA. https://docs.iza.org/dp1789.pdf
Mechoulan, S., & Wolff, F. C. (2015). Intra-household allocation of family resources and birth order: evidence from France using siblings data. Journal of Population Economics, 28(4), 937-964. https://economie.esg.uqam.ca/wp-content/uploads/sites/54/2017/09/Mechoulan_S_02-2015.pdf
Neuman, M. J., & Devercelli, A. E. (2012). Early childhood policies in sub-Saharan Africa: challenges and opportunities. International Journal of Child Care and Education Policy, 6(2), 21-34. https://ijccep.springeropen.com/articles/10.1007/2288-6729-6-2-2
OECD. (2005). Babies and Bosses – Reconciling Work and Family Life (No. 4). https://read.oecd-ilibrary.org/social-issues-migration-health/babies-and-bosses-reconciling-work-and-family-life-volume-4_9789264009295-en#page3
UNICEF. (2019). CHILDCARE AND WORKING FAMILIES: NEW OPPORTUNITY OR MISSING LINK? https://www.unicef.org/media/95091/file/%20UNICEF-Childcare%20-Family-Friendly-Policies-2019.pdf
PB_Japan.pdf. (n.d.-a). Retrieved May 16, 2022, from https://www.un.org/en/development/desa/population/events/pdf/expert/24/Policy_Briefs/PB_Japan.pdf
Karamouzian, M., Sharifi, H., & Haghdoost, A. A. (2014). Iran’s shift in family planning policies: concerns and challenges. International Journal of Health Policy and Management, 3(5), 231–233. https://doi.org/10.15171/ijhpm.2014.81
Rahman, M. (2016). Associação entre ordem de nascimento e desnutrição crônica em crianças: Estudo de uma amostra nacional representativa em Bangladesh. Cadernos de Saude Publica, 32(2). https://doi.org/10.1590/0102-311X00011215
Rasin, L. (2020, October 26). Norway is increasing child benefits: Here’s all you need to know. Norway Today. https://norwaytoday.info/news/norway-is-increasing-child-benefits-heres-all-you-need-to-know/#:%7E:text=From%20March%201%2C%202019%2C%20the,important%20for%20low%2Dincome%20families
Retherford, R. D., & Sewell, W. H. (1991). Birth Order and Intelligence: Further Tests of the Confluence Model. American Sociological Review, 56(2), 141–158. https://doi.org/10.2307/2095775
Rodgers, J. L. (2000). The Birth Order Trap (Vol. 19, Issue 2, pp. 167–170). https://about.jstor.org/terms
Rohrer, J. M., Egloff, B., & Schmukle, S. C. (2015). Examining the effects of birth order on personality. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America, 112(46), 14224–14229. http://www.jstor.org/stable/26466431
UNESCO. (2020). Intrahousehold inequalities in education spending. https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000373658
Wang, X. T., Kruger, D. J., & Wilke, A. (2009). Life history variables and risk-taking propensity. Evolution and Human Behavior, 30(2), 77-84. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1090513808000949
Zajonc, R. B. (1976). Family Configuration and Intelligence: Variations in scholastic aptitude scores parallel trends in family size and the spacing of children. Science, 192(4236), 227-236. https://www.science.org/doi/abs/10.1126/science.192.4236.227