Studi Perbandingan Sistem Kereta Api di Cina, Inggris, dan Jepang

Pendahuluan

Latar Belakang

Sistem perkeretaapian memiliki peran penting dalam transportasi publik karena keefisienan, biaya yang relatif rendah, dan manfaat lingkungan yang ditawarkannya. Sistem perkeretaapian dapat mengurangi kemacetan lalu lintas di perkotaan dan menyediakan alternatif transportasi yang handal dan cepat bagi masyarakat. Misalnya, sistem layanan publik kereta api yang inovatif dapat meningkatkan kenyamanan dan efisiensi operasi tanpa mengganggu pengalaman penumpang (Gao Luheng, 2015). Sistem transportasi kereta pintar berperan penting dalam ekonomi nasional dengan memfasilitasi pergerakan barang dan penumpang dalam jarak jauh dengan biaya yang lebih rendah (Lendel & Varmus, 2012). Pembangunan kota yang berkelanjutan sangat bergantung pada investasi dalam sistem kereta api yang andal dan ramah lingkungan, seperti yang ditunjukkan dalam studi kelayakan di Sakarya yang menekankan pentingnya transportasi publik yang berkelanjutan (Aslan, 2013).

Inggris, Jepang, dan Tiongkok adalah contoh negara-negara dengan sistem perkeretaapian yang maju dan inovatif. Di Inggris, jaringan kereta api yang luas dan terintegrasi memainkan peran penting dalam transportasi nasional, memungkinkan pergerakan yang efisien antara kota-kota besar. Sebagai contoh, analisis terhadap sistem pembayaran dan estimasi biaya kontrak konsultan di Inggris menunjukkan fleksibilitas tinggi dalam penganggaran dan peninjauan biaya, yang memungkinkan efisiensi dalam manajemen proyek transportasi (Wang et al., 2012).

Jepang terkenal dengan sistem Shinkansen, atau kereta peluru, yang menawarkan kecepatan tinggi dan ketepatan waktu yang luar biasa. Sistem ini menjadi model global untuk efisiensi transportasi kereta dan telah berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan mobilitas masyarakat. Inovasi teknologi dalam sistem komunikasi nirkabel juga telah meningkatkan efisiensi dan keselamatan sistem transportasi kereta di Jepang (Chaitanya et al., 2019).

Di Tiongkok, investasi besar-besaran dalam infrastruktur kereta api telah menciptakan salah satu jaringan kereta api berkecepatan tinggi terpanjang di dunia. Sistem ini tidak hanya menghubungkan kota-kota besar tetapi juga mempercepat pertumbuhan ekonomi regional. Adopsi standar komunikasi global dan teknologi canggih seperti TETRA (Terrestrial Trunked Radio) telah memainkan peran penting dalam pengembangan sistem transportasi kereta yang efisien dan aman di Tiongkok (Chaitanya et al., 2019).

Tujuan Kepenulisan

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan utama yang berkaitan dengan perbandingan sistem perkeretaapian di Inggris, Jepang, dan Tiongkok dari tahun 2012 hingga 2022. Tujuan pertama adalah mengidentifikasi dan membandingkan performa sistem perkeretaapian di tiga negara tersebut dengan menggunakan variabel yang sama. Variabel-variabel yang akan digunakan meliputi jumlah penumpang dalam miliaran (Passengers in Billion), pendapatan per penumpang dalam USD (Revenue/Passenger ($)), jumlah kecelakaan kereta api (Train Accidents), biaya operasional dalam juta USD (Operational Cost (in million USD)), dan indeks ketepatan waktu (Punctuality Index (%)). Untuk Inggris, penelitian akan menganalisis performa berdasarkan variabel-variabel tersebut, serta membandingkannya dengan Jepang dan Tiongkok. Sistem perkeretaapian Jepang akan dievaluasi dengan menggunakan variabel yang sama, untuk melihat aspek teknologi, efisiensi operasional, dan tingkat kepuasan penumpang. Sementara itu, untuk Tiongkok, penelitian akan menilai performa yang berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir, dengan fokus pada inovasi teknologi, perkembangan infrastruktur, dan dampaknya terhadap kepuasan penumpang.

Tidak hanya itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor kunci yang mempengaruhi performa berdasarkan variabel yang sama. Faktor-faktor tersebut meliputi indeks tarif kereta api, di mana penelitian akan mengidentifikasi aspek-aspek yang mempengaruhi harga tiket kereta api di masing-masing negara. Aspek biaya operasional juga akan dianalisis, dengan fokus pada faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi biaya operasional. Kecelakaan kereta akan dievaluasi dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keamanan dan jumlah insiden kecelakaan serta tindakan pencegahan yang diterapkan oleh masing-masing negara. Ketepatan waktu akan dianalisis dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi ketepatan waktu keberangkatan dan kedatangan kereta api. Penelitian ini juga akan menilai peran infrastruktur dan inovasi teknologi dalam meningkatkan performa sistem perkeretaapian, seperti pengembangan jalur kereta cepat dan sistem tiket yang canggih. Terakhir, jumlah penumpang akan dianalisis dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti kenyamanan, layanan pelanggan, dan harga tiket.

Tujuan tambahan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan yang dapat diterapkan di Indonesia. Berdasarkan analisis komprehensif dari performa sistem perkeretaapian di Inggris, Jepang, dan Tiongkok, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan berharga yang dapat membantu pengambil kebijakan di Indonesia dalam mengembangkan dan meningkatkan sistem perkeretaapian nasional. Rekomendasi ini akan didasarkan pada praktik terbaik yang diidentifikasi dari ketiga negara tersebut, serta disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan spesifik Indonesia.

Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya memberikan pemahaman yang komprehensif tentang bagaimana masing-masing negara mengelola dan mengembangkan sistem perkeretaapiannya, tetapi juga menawarkan solusi konkret yang dapat diterapkan untuk memperbaiki dan mengoptimalkan sistem perkeretaapian di Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan bagi pembuat kebijakan dan praktisi di bidang transportasi publik di Indonesia.

 

Metodologi

Penelitian ini akan menggunakan data sekunder dari berbagai sumber yang dapat dipercaya, termasuk kementerian dan lembaga transportasi di masing-masing negara, serta perusahaan kereta api yang beroperasi di Inggris, Jepang, dan Cina. Data sekunder ini akan memberikan gambaran yang komprehensif mengenai kinerja dan berbagai aspek operasional sistem perkeretaapian selama periode studi dari tahun 2012 hingga 2022.

Sumber data sekunder untuk penelitian ini mencakup beberapa institusi utama. Untuk Inggris, data akan diperoleh dari Department for Transport (DfT) dan Office of Rail and Road (ORR), yang menyediakan laporan tahunan, statistik operasional, dan berbagai publikasi tentang kinerja dan kebijakan perkeretaapian. Untuk Jepang, data akan dikumpulkan dari Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi, dan Pariwisata (MLIT), yang menyediakan informasi komprehensif mengenai statistik transportasi, laporan tahunan, dan studi kasus mengenai sistem perkeretaapian Jepang. Untuk Cina, data akan diperoleh dari Kementerian Transportasi Republik Rakyat Cina (MOT) dan Administrasi Perkeretaapian Nasional (NRA), yang menyediakan akses ke berbagai laporan resmi dan statistik mengenai pengembangan dan kinerja sistem perkeretaapian Cina.

Selain itu, penelitian ini juga akan menggunakan data dari perusahaan-perusahaan kereta api di masing-masing negara. Di Inggris, data akan diambil dari perusahaan-perusahaan seperti Network Rail dan Great Western Railway (GWR), antara lain, yang mengoperasikan jalur dan layanan kereta api di Inggris, yang meliputi laporan kinerja, data operasional, dan statistik penumpang. Di Jepang, data akan diperoleh dari perusahaan-perusahaan seperti Japan Railways Group (JR Group) dan Tokyo Metro, antara lain, yang menyediakan informasi rinci tentang operasi, tarif, dan tingkat kepuasan penumpang. Di Cina, data akan dikumpulkan dari perusahaan-perusahaan seperti China Railway Corporation (CRC) dan berbagai operator regional, yang menyediakan data mengenai operasi, tarif, kecelakaan, dan inovasi teknologi.

Pemilihan data sekunder akan didasarkan pada beberapa kriteria utama: relevansi, keandalan, kelengkapan, dan aksesibilitas. Data yang dipilih utamanya bersifat relevan dengan variabel penelitian, yang meliputi indeks tarif kereta api, biaya operasional, kecelakaan kereta api, ketepatan waktu, dan jumlah penumpang. Data tersebut juga berasal dari sumber yang resmi dan dapat dipercaya, seperti kementerian, dinas perhubungan, dan perusahaan kereta api terkemuka. Selain itu, data yang dipilih harus mencakup periode studi dari tahun 2012 hingga 2022 untuk memastikan analisis yang komprehensif dan berkesinambungan serta harus dapat diakses oleh publik atau diperoleh melalui permintaan resmi untuk memastikan bahwa semua informasi yang digunakan dalam penelitian ini dapat diverifikasi dan diandalkan.

Analisis Data dan Temuan

Analisis Tren

Dalam hal jumlah penumpang, Cina mengalami penurunan yang signifikan, turun dari sekitar 3,7 miliar pada tahun 2012 menjadi sekitar 0,6 miliar pada tahun 2022. Penurunan ini menunjukkan tantangan seperti pergeseran ke moda transportasi lain dan perubahan demografis yang besar. Sebaliknya, Jepang mempertahankan stabilitas dengan jumlah penumpang yang berfluktuasi sekitar 8 miliar, yang menunjukkan basis pengguna yang loyal dan stabil yang didorong oleh layanan yang andal dan efisien. Inggris mengalami tren yang berfluktuasi dengan jumlah penumpang yang meningkat dari 1,04 miliar menjadi 1,719 miliar pada tahun 2016, namun menghadapi tantangan dalam mempertahankan tingkat tarif.

Pendapatan per penumpang menunjukkan tren yang berbeda di ketiga negara. Tiongkok menunjukkan tren yang stabil, meningkat dari $4,48 pada tahun 2012 menjadi $5,82 pada tahun 2016, yang mencerminkan strategi optimalisasi tarif yang efektif meskipun jumlah penumpang menurun. Jepang mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam hal pendapatan per penumpang, meningkat dari sekitar $0,04 pada tahun 2012 menjadi sekitar $1 pada tahun 2022, yang mengindikasikan strategi tarif yang sukses dan penawaran layanan yang lebih baik. Sementara itu, Inggris menunjukkan tren yang berfluktuasi, mencapai puncaknya pada $8,79 pada tahun 2012 dan kemudian menurun menjadi $6,78 pada tahun 2016, yang menyoroti tantangan dalam mempertahankan tingkat tarif di tengah meningkatnya jumlah penumpang.

Peningkatan keselamatan bervariasi di antara negara-negara. Cina mengalami peningkatan yang signifikan dalam hal keselamatan, dengan kecelakaan kereta api menurun dari sekitar 1.300 pada tahun 2012 menjadi sekitar 700 pada tahun 2022, yang mencerminkan investasi substansial dalam protokol dan infrastruktur keselamatan. Jepang secara konsisten mempertahankan jumlah kecelakaan kereta api yang rendah, menjaga angka di bawah 400, yang menunjukkan standar keselamatan dan keandalan yang tinggi. Inggris juga meningkatkan keselamatan dengan mengurangi kecelakaan kereta api dari sekitar 36 pada tahun 2012 menjadi sekitar 28 pada tahun 2022. Namun, peningkatan ini disertai dengan tantangan keuangan karena meningkatnya biaya operasional.

Tren ketepatan waktu menunjukkan bahwa Jepang secara konsisten mempertahankan tingkat ketepatan waktu yang tinggi, dengan angka berkisar antara 98,90% hingga 99,90%, yang menunjukkan keandalan yang luar biasa. Cina juga menunjukkan ketepatan waktu yang tinggi, dengan angka antara 89,02% dan 90,26%, yang mencerminkan manajemen operasional yang efisien meskipun jumlah penumpang yang berfluktuasi. Inggris menunjukkan peningkatan dalam hal ketepatan waktu, dengan indeks yang meningkat dari 89,2% menjadi 90,8%, yang menunjukkan upaya berkelanjutan untuk meningkatkan keandalan layanan.

Biaya operasional menunjukkan skenario yang berbeda. Biaya operasional Tiongkok menunjukkan tren kenaikan yang berfluktuasi, mencapai puncaknya sekitar $28,4 miliar pada tahun 2015, yang mengindikasikan investasi besar dalam peningkatan infrastruktur dan keselamatan. Jepang mempertahankan biaya operasional yang relatif stabil di kisaran $5 juta, yang menunjukkan manajemen biaya yang efisien dan praktik operasional. Sebaliknya, Inggris mengalami peningkatan biaya operasional yang stabil dari sekitar $10 miliar pada tahun 2012 menjadi sekitar $24 miliar pada tahun 2022, yang mencerminkan investasi yang sedang berlangsung dalam modernisasi dan peningkatan keselamatan.

Analisis Post-Hoc

Analisis post-hoc data perkeretaapian di Inggris, Cina, dan Jepang memberikan perbandingan terperinci dari metrik utama, menawarkan wawasan berharga tentang kinerja operasional dan keuangan sistem perkeretaapian di negara-negara ini. Analisis ini mengkaji perbedaan yang signifikan antar negara dalam hal pendapatan per penumpang, jumlah penumpang, dan biaya operasional per penumpang, yang menyoroti strategi dan tantangan yang berbeda yang dihadapi oleh masing-masing negara.

Analisis post-hoc mengenai pendapatan per penumpang menunjukkan perbedaan yang mencolok antara Jepang, Cina, dan Inggris, sementara tidak ada perbedaan yang signifikan antara Cina dan Inggris. Secara khusus, terdapat perbedaan rata-rata yang substansial dalam pendapatan per penumpang antara Cina dan Jepang, yang mengindikasikan perbedaan yang signifikan, serupa dengan varians rata-rata antara Jepang dan Inggris yang juga mengindikasikan perbedaan yang signifikan. Namun, analisis antara Cina dan Inggris menunjukkan bahwa rata-rata menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan. Hasil ini menyiratkan bahwa Jepang memiliki pendapatan per penumpang terendah, yang berpotensi mengindikasikan tingkat tarif yang lebih rendah atau efektivitas yang lebih tinggi dalam menarik basis pelanggan yang lebih besar meskipun dengan tarif yang lebih rendah. Sebaliknya, kesamaan pendapatan per penumpang antara Cina dan Inggris menunjukkan adanya kesamaan strategi penetapan harga atau pendekatan manajemen pendapatan. Pendapatan per penumpang yang serupa antara Cina dan Inggris menunjukkan bahwa kedua negara mungkin menghadapi kondisi ekonomi atau perilaku penumpang yang serupa, sehingga menghasilkan tingkat pendapatan yang sebanding.

Dari analisis tersebut, kami juga dapat menyimpulkan bahwa terdapat variasi yang signifikan dalam jumlah penumpang di semua pasangan negara. Cina memiliki jumlah penumpang tertinggi, diikuti oleh Jepang dan kemudian Inggris. Statistik ini menunjukkan bahwa Cina memiliki volume penumpang yang tinggi, kemungkinan besar karena jaringan kereta api yang lebih luas (15.555 km, dengan 4.370 km merupakan kereta api berkecepatan tinggi) dan penggunaan yang tinggi, meskipun dengan peringatan bahwa jumlahnya secara konsisten menurun, sehingga hasil statistiknya condong ke arah tahun 2012 ketika jumlah penumpang jauh lebih tinggi. Sebaliknya, Inggris, dengan jumlah penumpang terendah, mungkin memiliki infrastruktur kereta api yang lebih kecil atau tingkat penumpang yang lebih rendah dibandingkan dengan Cina dan Jepang. Jepang, yang berada di posisi tengah, menampung lebih banyak penumpang daripada Inggris tetapi lebih sedikit daripada Cina, menunjukkan jaringan yang termanfaatkan dengan baik tetapi berpotensi lebih kecil dibandingkan dengan Cina.

Mengenai biaya operasional per penumpang, variasi yang signifikan terlihat di semua negara yang menunjukkan bahwa Cina memiliki biaya operasional tertinggi per penumpang, diikuti oleh Jepang dan kemudian Inggris. Hal ini mengimplikasikan bahwa Cina mungkin berjuang dengan biaya operasional yang lebih tinggi atau inefisiensi dalam manajemen biaya relatif terhadap volume penumpang. Sebaliknya, Inggris memiliki biaya operasional per penumpang terendah, yang mengindikasikan praktik manajemen biaya yang efektif atau pengeluaran operasional yang lebih rendah. Meskipun Jepang relatif lebih efisien dalam hal biaya dibandingkan dengan Cina, biaya operasional per penumpang di Jepang masih lebih tinggi dibandingkan dengan Inggris, yang menunjukkan adanya ruang untuk perbaikan pengendalian biaya lebih lanjut dengan catatan bahwa hal ini mungkin disebabkan oleh volume penumpang yang lebih tinggi dibandingkan dengan Inggris, sehingga biaya operasionalnya juga lebih tinggi. 

Evaluasi post-hoc ini menggarisbawahi kecakapan Jepang dalam menarik basis penumpang yang besar meskipun pendapatan per penumpang lebih rendah, yang mengindikasikan distribusi layanan dan metodologi penetapan harga yang baik. Tingginya jumlah penumpang dan biaya operasional di Cina mencerminkan jaringan kereta api yang luas dan suntikan modal yang signifikan yang diperlukan untuk mempertahankannya. Sementara itu, manajemen biaya yang efisien di Inggris ditambah dengan jumlah penumpang yang lebih rendah mengindikasikan prioritas dan tantangan operasional yang berbeda.

Hasil Analisis Regresi

Analisis regresi bertujuan untuk memahami dampak dari berbagai faktor terhadap pendapatan per penumpang di sistem perkeretaapian Cina, Jepang, dan Inggris. Faktor-faktor yang dipertimbangkan termasuk jumlah penumpang, biaya operasional, kecelakaan kereta api, dan indeks ketepatan waktu. Model regresi memberikan wawasan tentang variabel mana yang secara signifikan mempengaruhi pendapatan per penumpang dan membantu mengidentifikasi pendorong utama kinerja keuangan di sistem kereta api masing-masing negara.

Untuk Cina, analisis regresi menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara jumlah penumpang dan pendapatan per penumpang, yang menunjukkan bahwa peningkatan jumlah penumpang dapat menyebabkan penurunan pendapatan per penumpang, mungkin karena penurunan tarif atau peningkatan penggunaan tiket diskon untuk menarik lebih banyak penumpang. Selain itu, terdapat hubungan positif antara kecelakaan kereta api dan pendapatan per penumpang, yang mengindikasikan bahwa setelah terjadi kecelakaan, mungkin terdapat investasi dalam kualitas layanan atau penyesuaian tarif yang mengarah pada peningkatan pendapatan. Namun, biaya operasional dan indeks ketepatan waktu tidak menunjukkan dampak yang signifikan terhadap pendapatan per penumpang, yang menunjukkan bahwa faktor-faktor lain mungkin memainkan peran yang lebih penting dalam mempengaruhi pendapatan dalam sistem perkeretaapian Cina.

Di Jepang, hasil regresi menunjukkan bahwa jumlah penumpang memiliki dampak positif namun tidak signifikan secara statistik terhadap pendapatan per penumpang, yang menyiratkan bahwa strategi untuk meningkatkan jumlah penumpang mungkin tidak secara langsung diterjemahkan ke dalam pendapatan yang lebih tinggi per penumpang. Jumlah kecelakaan kereta api menunjukkan hubungan negatif dengan pendapatan, yang mencerminkan potensi hilangnya kepercayaan penumpang dan hilangnya pendapatan setelah kecelakaan. Biaya operasional dan ketepatan waktu memiliki dampak yang minimal dan secara statistik tidak signifikan terhadap pendapatan per penumpang, menyoroti manajemen biaya yang efisien dan keandalan layanan yang tinggi di Jepang yang dapat menahan fluktuasi faktor-faktor ini.

Analisis regresi di Inggris menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara jumlah penumpang dan pendapatan per penumpang, mirip dengan Cina, yang menunjukkan bahwa penurunan tarif atau peningkatan penggunaan tiket diskon dapat meningkatkan jumlah penumpang. Kecelakaan kereta api berdampak negatif pada pendapatan per penumpang, yang menunjukkan bahwa insiden keselamatan dapat menyebabkan penurunan kepercayaan penumpang dan menurunkan pendapatan. Biaya operasional menunjukkan hubungan negatif namun tidak signifikan secara statistik dengan pendapatan, sementara ketepatan waktu memiliki dampak yang dapat diabaikan, yang mencerminkan perlunya Inggris meningkatkan strategi manajemen tarif dan meningkatkan keandalan layanan untuk meningkatkan pendapatan per penumpang.

Hasil regresi menyoroti wawasan utama tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan per penumpang di sistem kereta api Cina, Jepang, dan Inggris. Di Cina dan Inggris, peningkatan jumlah penumpang dapat menyebabkan penurunan pendapatan per penumpang, yang mengindikasikan perlunya strategi tarif yang seimbang yang tidak mengorbankan pendapatan. Hasil di Jepang menggarisbawahi pentingnya mempertahankan standar keselamatan yang tinggi dan manajemen biaya yang efisien untuk mempertahankan pertumbuhan pendapatan. Di semua negara, dampak biaya operasional dan ketepatan waktu terhadap pendapatan per penumpang bervariasi, yang menunjukkan bahwa faktor operasional dan kualitas layanan lainnya mungkin memainkan peran penting dalam mempengaruhi kinerja keuangan. 

Diskusi dan Rekomendasi

Dampak Privatisasi British Rail: Peningkatan Produktivitas dan Tantangan Infrastruktur dalam Sistem Kereta Api Inggris

Privatisasi British Rail pada tahun 1990-an mengubah struktur manajemen kereta api menjadi beberapa perusahaan swasta yang bersaing untuk kontrak layanan, yang berdampak pada efisiensi dan produktivitas, tetapi juga menimbulkan beberapa tantangan baru. Meskipun ada peningkatan dalam produktivitas, banyak dari keuntungan ini diperoleh melalui pengurangan tenaga kerja dan peningkatan pemanfaatan input yang ada, bukan melalui inovasi besar atau investasi dalam infrastruktur baru (Cowie, 2002).

Salah satu alasan mengapa sistem kereta api di Inggris dianggap hanya berkemampuan sedang adalah karena sistem ini menghadapi masalah infrastruktur yang kronis. Investasi dalam infrastruktur telah meningkat sebesar 60% sejak 1996/97, namun banyak bagian dari jaringan kereta api masih menggunakan aset lama yang memerlukan pemeliharaan intensif (Best et al., 2012). Kompleksitas dan kepadatan lalu lintas di jaringan ini membuat peningkatan kapasitas dan keandalan menjadi tantangan besar. Meskipun ridership telah meningkat sebesar 60%, sistem ini harus terus beradaptasi dengan tuntutan yang semakin besar tanpa mengorbankan kinerja.

Selain itu, tingkat subsidi yang diterima oleh perusahaan kereta api swasta telah berkurang, yang memaksa mereka untuk meningkatkan pendapatan penumpang atau mengurangi biaya operasi. Namun, ini seringkali menghasilkan peningkatan tarif tiket yang signifikan dan pengurangan layanan di daerah yang kurang menguntungkan, yang berdampak negatif pada kepuasan penumpang (Preston, 1999). Upaya untuk meningkatkan efisiensi melalui persaingan di pasar jasa kereta api juga terbukti terbatas, dengan banyak rute yang masih dimonopoli oleh beberapa perusahaan besar.

Dalam hal kinerja, meskipun keandalan sistem telah mencapai lebih dari 90%, ini masih menghadapi tantangan signifikan untuk menjadi lebih andal dan menyediakan nilai lebih baik bagi pembayar pajak dan penumpang. Tantangan untuk meningkatkan kapasitas dan keandalan secara bersamaan sering kali menyebabkan konflik, di mana peningkatan dalam satu area dapat mengorbankan yang lain (Nash & Preston, 1994). Sistem ini perlu terus berinovasi dan mengimplementasikan strategi baru untuk memenuhi target strategis nasional, termasuk menggandakan kapasitas dan mengurangi biaya serta emisi karbon dalam 30 tahun ke depan.

Keberhasilan dan Inovasi Jaringan Kereta Cepat Tiongkok

Tiongkok telah melakukan investasi besar-besaran dalam pembangunan jaringan kereta api berkecepatan tinggi (HSR) sejak awal 2000-an, yang telah berkembang pesat sejak saat itu. Investasi ini terbukti berhasil dengan ekspansi jaringan yang luar biasa dan peningkatan jumlah penumpang yang signifikan. Efisiensi sistem HSR Tiongkok kini mendekati standar negara-negara maju seperti Jepang dan Korea Selatan, dan diproyeksikan akan terus meningkat (Li et al., 2019).

Keberhasilan ini sebagian besar berkat inovasi teknologi yang dipelopori oleh Tiongkok. Melalui kombinasi inovasi asli, integrasi teknologi, dan penyerapan teknologi impor, Tiongkok telah mengembangkan sistem HSR yang menggabungkan kecepatan tinggi, lingkungan konstruksi yang rumit, skenario operasi yang beragam, dan kompatibilitas dengan teknologi internasional. Sistem keselamatan dan keandalan yang komprehensif juga telah dibangun untuk memperkuat kontrol kualitas dari sumber hingga akses pasar produk, meningkatkan manajemen operasi, dan memperkuat pencegahan bencana (LU Chunfan, 2015).

Selain itu, penelitian mendalam pada dinamika sistem kendaraan dan pengembangan kereta cepat menjadi pilar utama dalam kesuksesan ini. Penelitian dan pengembangan yang berfokus pada desain kendaraan, solusi operasi dan pemeliharaan, integrasi jaringan rel, serta efek sistem kopling pada performa dinamis kereta telah memungkinkan Tiongkok mencapai performa tinggi dan operasi yang aman dari kereta cepat mereka (Zhang et al., 2013). Sistem catenary, yang merupakan satu-satunya sumber daya untuk kereta api berkecepatan tinggi, telah dioptimalkan untuk memastikan performa interaksi yang andal antara pantograf dan catenary, yang penting untuk kelancaran operasi kereta api (Xu et al., 2022).

Keberhasilan sistem kereta api Tiongkok juga ditunjang oleh efisiensi biaya yang tinggi. Dalam hal periode konstruksi, biaya, konsumsi energi, dan dampak lingkungan, sistem kereta api berkecepatan tinggi Tiongkok menunjukkan kinerja yang sangat efisien. Bahkan, Tiongkok mampu menyelesaikan proyek-proyek besar dalam waktu yang relatif singkat dan dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan banyak negara lain (LU Chunfan, 2015). Evaluasi efisiensi menggunakan model DEA menunjukkan bahwa efisiensi sistem HSR di Tiongkok telah meningkat seiring dengan ekspansi jaringan, mendekati tingkat efisiensi negara-negara maju seperti Jerman dan Prancis, dan diproyeksikan akan mencapai standar Jepang dan Korea Selatan dalam dekade mendatang (Li et al., 2019).

Selain itu, kebijakan pemerintah Tiongkok yang mendukung inovasi dan kolaborasi antara industri, universitas, dan lembaga penelitian telah mempercepat kemajuan teknologi dalam industri kereta api. Misalnya, dana bersama yang didirikan oleh National Natural Science Foundation of China (NSFC) dan China Railway Corporation bertujuan untuk meningkatkan kapasitas inovasi independen industri kereta api melalui kombinasi riset industri dan akademis (An et al., 2016).

Keunggulan sistem perkeretaapian Tiongkok juga mencakup keselamatan dan keandalan yang tinggi. Dengan penerapan teknologi canggih dan sistem manajemen keselamatan yang ketat, Tiongkok telah berhasil mempertahankan catatan keselamatan yang sangat baik, yang menjadi contoh bagi negara lain (Zhang et al., 2013). Penelitian dan pengembangan terus dilakukan untuk mengatasi tantangan teknis dan meningkatkan kualitas layanan, yang mencakup pemodelan dinamis yang canggih untuk memahami interaksi antara komponen sistem kereta dan lingkungan operasional (Xu et al., 2022).

Rekomendasi Kebijakan untuk Indonesia

Investasi dalam Infrastruktur Keselamatan

  • Indonesia harus memprioritaskan keselamatan dengan berinvestasi pada teknologi dan protokol keselamatan yang modern. Hal ini mencakup peningkatan sistem persinyalan, penerapan sistem kontrol kereta api otomatis, dan peningkatan praktik-praktik pemeliharaan jalur.
  • Analisis menunjukkan korelasi negatif yang kuat antara biaya operasional dan kecelakaan kereta api di ketiga negara, yang mengindikasikan bahwa investasi yang lebih tinggi dalam infrastruktur keselamatan menyebabkan lebih sedikit kecelakaan. Penurunan signifikan dalam kecelakaan kereta api di Cina dari 1423 menjadi 607 antara tahun 2012 dan 2022 menunjukkan efektivitas investasi tersebut.
  • Indonesia dapat mengadopsi protokol keselamatan yang serupa dengan Cina, dengan fokus pada audit keselamatan yang komprehensif dan jadwal pemeliharaan rutin. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan keselamatan tetapi juga meningkatkan kepercayaan penumpang dan jumlah penumpang.

Strategi Optimalisasi Tarif

  • Menerapkan model penetapan harga dinamis yang menyesuaikan harga tiket berdasarkan permintaan, waktu perjalanan, dan demografi penumpang. Tawarkan diskon selama periode di luar jam sibuk untuk menarik lebih banyak penumpang dan harga premium selama jam sibuk.
  • Cina dan Jepang telah berhasil menggunakan pengoptimalan tarif untuk meningkatkan pendapatan per penumpang meskipun terjadi fluktuasi jumlah penumpang. Sebagai contoh, pendapatan per penumpang di Jepang meningkat dari $0,4 pada tahun 2012 menjadi sekitar $1 pada tahun 2022.
  • Dengan menganalisis data penumpang dan pola perjalanan, Indonesia dapat mengembangkan strategi penetapan harga yang dinamis yang memaksimalkan pendapatan dengan tetap menjaga keterjangkauan harga bagi para komuter harian. Pendekatan ini juga dapat membantu mengelola permintaan dan mengurangi kemacetan pada jam-jam sibuk.

Meningkatkan Ketepatan Waktu dan Kualitas Layanan

  • Berinvestasi dalam perbaikan infrastruktur untuk meningkatkan ketepatan waktu, seperti meningkatkan jalur, memperluas kapasitas, dan meningkatkan fasilitas stasiun. Selain itu, terapkan jadwal pemeliharaan yang ketat dan sistem pemantauan waktu nyata.
  • Korelasi positif antara ketepatan waktu dan pendapatan per penumpang di Cina dan Inggris menunjukkan bahwa ketepatan waktu yang lebih baik akan menghasilkan kepuasan penumpang yang lebih tinggi dan kesediaan untuk membayar tarif premium. Indeks ketepatan waktu yang tinggi secara konsisten di Jepang (98,90% hingga 99,90%) telah menjadi faktor penting dalam mempertahankan basis penumpang yang stabil dan loyal.
  • Meningkatkan ketepatan waktu akan membutuhkan investasi yang signifikan dalam infrastruktur dan teknologi. Namun, manfaat jangka panjang dari peningkatan jumlah penumpang dan pendapatan akan membenarkan investasi ini. Indonesia juga dapat mengadopsi praktik-praktik terbaik dari Jepang dalam mempertahankan standar kualitas layanan yang tinggi.

Memodernisasi Infrastruktur Perkeretaapian

  • Mengembangkan rencana komprehensif untuk memodernisasi infrastruktur perkeretaapian Indonesia, termasuk perluasan jaringan kereta api berkecepatan tinggi, elektrifikasi rel, dan peningkatan sarana kereta api.
  • Jaringan kereta api yang luas di Cina, termasuk kereta api berkecepatan tinggi, telah memainkan peran penting dalam mempertahankan jumlah penumpang dan meningkatkan pendapatan per penumpang. Investasi dalam infrastruktur modern juga telah berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi negara dengan meningkatkan konektivitas dan mengurangi waktu tempuh.
  • Modernisasi infrastruktur akan meningkatkan efisiensi dan kapasitas sistem perkeretaapian Indonesia, membuatnya lebih kompetitif dengan moda transportasi lainnya. Hal ini akan membutuhkan kolaborasi dengan mitra internasional dan memanfaatkan teknologi untuk mencapai standar global.

Kebijakan Transportasi Terpadu

  • Mengembangkan kebijakan transportasi terpadu yang mengkoordinasikan berbagai moda transportasi, seperti kereta api, bus, dan perjalanan udara. Menerapkan pusat transportasi multimoda dan sistem tiket tanpa batas untuk meningkatkan konektivitas.
  • Penurunan jumlah penumpang di Cina menunjukkan adanya pergeseran ke moda transportasi lain. Dengan mengintegrasikan moda transportasi yang berbeda, Indonesia dapat memberikan pengalaman perjalanan yang lebih nyaman dan efisien, mendorong lebih banyak orang untuk menggunakan sistem kereta api.
  • Pendekatan terpadu akan membantu mengoptimalkan penggunaan infrastruktur yang ada dan meningkatkan efisiensi jaringan transportasi secara keseluruhan. Kebijakan harus fokus pada penciptaan koneksi yang mulus dan mengurangi waktu transfer antara moda transportasi yang berbeda.

Investasi pada infrastruktur keselamatan tidak hanya meningkatkan keselamatan penumpang tetapi juga membangun kepercayaan dan keandalan, yang sangat penting untuk meningkatkan jumlah penumpang dan pendapatan. Penerapan model tarif dinamis akan membutuhkan analisis data yang rinci dan struktur tarif yang fleksibel, namun menawarkan cara yang berkelanjutan untuk menyeimbangkan pendapatan dan keterjangkauan. Meningkatkan ketepatan waktu dan kualitas layanan melibatkan biaya di muka yang signifikan, tetapi menghasilkan manfaat jangka panjang dalam hal loyalitas penumpang dan efisiensi operasional. Memodernisasi infrastruktur perkeretaapian merupakan upaya besar yang membutuhkan perencanaan strategis, pendanaan yang signifikan, dan kolaborasi dengan para ahli internasional. Namun, hal ini sangat penting untuk mengikuti perkembangan teknologi dan memenuhi tuntutan urbanisasi dan pembangunan ekonomi yang terus meningkat. Pada akhirnya, kebijakan transportasi yang terintegrasi sangat penting untuk menciptakan jaringan transportasi yang kohesif dan efisien yang dapat secara efektif melayani kebutuhan penduduk Indonesia yang beragam.

Situasi sosial ekonomi dan kesehatan keuangan Indonesia saat ini menghadirkan tantangan dan peluang untuk mengimplementasikan rekomendasi-rekomendasi kebijakan ini. Indonesia telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang stabil, namun terdapat kesenjangan dalam distribusi pendapatan dan pembangunan infrastruktur. Sistem perkeretaapian memainkan peran penting dalam menghubungkan berbagai wilayah dan mendukung kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, investasi pada infrastruktur dan layanan kereta api sangat penting untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.

 

Lampiran

 

 

 

 

Figure 1 Passengers in Billion

 

 

 

Figure 2 Revenue/Passenger ($)

 

 

 

Figure 3 Number of Train Accidents

 

 

 

Figure 4 Operational Cost (in million USD)

 

 

 

 

 

 

Figure 5 Punctuality Index (%)

 

 

 

 

 

Figure 6 Time series Forecast for UK – Revenue/Passenger ($)

 

 

 

 

 

 

 

 

Figure 7 Time series Forecast for China – Revenue/Passenger ($)

 

 

 

 

Figure 8 Time series Forecast for Japan – Revenue/Passenger ($)

 

Year

Passengers in Billion

Revenue/Passenger ($) 

Number of Train Accidents

Operational Cost (in million USD) 

Punctuality Index (%)

2012

1,040

$             8,80

42

$                                   355,30

89,2

2013

1,258

$             7,75

39

$                                   363,82

89,5

2014

1,643

$             6,32

37

$                                   372,34

90,1

2015

1,705

$             6,53

35

$                                   381,35

89,8

2016

1,719

$             6,78

34

$                                   390,61

90,3

2017

1,695

$             7,05

36

$                                   399,64

89,7

2018

1,744

$             7,01

33

$                                   408,76

88,4

2019

1,731

$             7,49

31

$                                   417,79

87,9

2020

0,387

$           33,39

28

$                                   427,76

91,2

2021

0,990

$             2,42

30

$                                   437,03

90,5

2022

1,348

$             6,04

29

$                                   447,09

89,6

Table 1 Variables UK

 

Year

Passengers in Billion

Revenue/Passenger ($) 

Number of Train Accidents

Operational Cost (in million USD)

Punctuality Index (%)

2012

38,040

$             4,49

1423

$                              19.708,80

89,02

2013

21,230

$             7,82

1333

$                              23.563,81

89,05

2014

20,322

$             7,01

1232

$                              26.095,02

90,01

2015

19,433

$             6,31

1037

$                              28.417,48

89,08

2016

19,002

$             5,82

982

$                              26.613,64

90,03

2017

18,486

$             5,61

898

$                              23.979,01

89,07

2018

17,938

$             5,36

856

$                              25.338,19

88,04

2019

17,604

$             5,61

788

$                              26.173,83

87,09

2020

9,665

$           10,25

674

$                              26.293,40

91,02

2021

8,303

$           11,04

1025

$                              26.642,48

90,05

2022

5,587

$           13,78

1025

$                              26.095,95

89,06

Table 2 Variables China

 

Year Passengers in Billion Revenue/Passenger ($)  Number of Train Accidents Operational Cost (in million USD) Punctuality Index (%)
2012 22,906 $             0,36 296 $                                8.814,45 99,88
2013 23,610 $             0,33 276 $                                8.805,32 99,83
2014 23,600 $             0,72 287 $                                8.863,88 99,80
2015 24,290 $             0,70 286 $                                8.819,01 99,80
2016 24,600 $             0,67 307 $                                8.649,43 99,60
2017 24,970 $             0,65 278 $                                8.821,29 99,30
2018 25,270 $             0,57 252 $                                8.884,41 99,10
2019 25,190 $             0,60 254 $                                9.037,26 99,70
2020 17,670 $             0,94 237 $                                7.666,92 99,50
2021 18,810 $             1,02 275 $                                7.098,10 99,10
2022 21,050 $             0,91 275 $                                7.800,00 98,90

Table 3 Variables Japan

 

Comparison Mean Difference p-adj Lower Upper Significant
China vs. Japan 5.4878 0.001 3.0367 7.9388 True
China vs. UK 0.7048 0.8063 -1.7462 3.1557 False
Japan vs. UK -4.783 0.001 -7.234 -2.332 True

Table 4 Post-Hoc for Passenger/Revenue ($)

Comparison

Mean Difference

p-adj

Lower

Upper

Significant

China vs. Japan

-0.4900

0.001

-0.6493

-0.3308

True

China vs. UK

-18.9666

0.001

-19.1258

-18.8074

True

Japan vs. UK

-18.4766

0.001

-18.6358

-18.3174

True

Table 5 Post-Hoc for Passengers in Billion

Comparison Mean Difference p-adj Lower Upper Significant
China vs. Japan 0.0010 0.001 0.0006 0.0015 True
China vs. UK 0.0003 0.001 0.0002 0.0005 True
Japan vs. UK -0.0007 0.001 -0.0011 -0.0004 True

Table 6 Operational Cost per Passenger

Table 7 OLS Regression for China’s Variables

 

Table 8 OLS Regression for Japan’s Variables

 

Table 9 OLS Regression for UK’s Variables

 

 

 

Table 10 Correlation Analysis for UK’s Variables

 

 

 

 

Table 11 Correlation Analysis for Japan’s Variables

 

 

 

 

Table 12 Correlation Analysis for China’s Variables

 

 

 

Referensi

An, Y., Chang, J., Li, X., Liu, Y., & Gao, Y. (2016). The establishment of performance evaluation System of NSFC & high-speed Railway Joint Fund. Portland International Conference on Management of Engineering and Technology.

Best, N., Hyland, B., & Waters, S. (2012). UK Railway System Reliability – Modelling the Future – a Case Study.

Brown, S., & Lee, Y. (2019). Fare policy changes and their impact on revenue and ridership in UK railways. Transport Policy, 78, 85-94. https://doi.org/10.1016/j.tranpol.2019.04.012

Chen, X., Li, W., & Xu, H. (2018). Safety protocols and infrastructure investments in China’s railway system. Safety Science, 106, 33-42. https://doi.org/10.1016/j.ssci.2018.02.014

Cowie, J. (2002). Subsidy and productivity in the privatised British passenger railway. Economic Issues Journal Articles.

Dimitriou, H. T., & Gakenheimer, R. (2011). Urban Transport in the Developing World: A Handbook of Policy and Practice. Edward Elgar Publishing.

Garske, R. P., de Freitas, E. P., & Henriques, R. V. B. (2020). Failure history analysis using multidimensional scaling and neural networks in railway systems. International Conference on Industrial Informatics.

Givoni, M., & Rietveld, P. (2014). Do cities deserve more railway stations? The choice of a departure railway station in a multiple-station region. Journal of Transport Geography.

Gordon, A. (2008). A Modern History of Japan: From Tokugawa Times to the Present. Oxford University Press.

Gourvish, T. R. (2008). British Rail 1974-1997: From Integration to Privatisation. Oxford University Press.

Hood, C. (2006). Shinkansen: From Bullet Train to Symbol of Modern Japan. Routledge.

Johnson, P. (2020). Economic factors influencing UK railway transport. Journal of Transport Economics and Policy, 54(2), 123-138. https://doi.org/10.1017/S002252581900120X

Knowles, R. D. (1998). Transport Policy and Planning in Great Britain. Routledge.

Li, J., & Wang, H. (2019). The impact of demographic changes on China’s railway system. Journal of Transport Geography, 76, 34-45. https://doi.org/10.1016/j.jtrangeo.2019.01.005

Li, W., Hilmola, O.-P., & Wu, J. (2019). Chinese High-speed Railway: Efficiency Comparison and the Future. Promet-traffic & Transportation.

Lim, S. S., Lee, J. Y., & Park, K. W. (2014). Failure information correction and analysis system for railway system.

LU Chunfan. (2015). Highlights of China high speed railway. China Railway Corporation.

Nakamura, H., & Sato, K. (2019). Reliability and efficiency in Japan’s railway services. Journal of Rail Transport Planning & Management, 9(1), 50-61. https://doi.org/10.1016/j.jrtpm.2018.12.002

Nash, C., & Preston, J. (1994). Railway performance – how does Britain compare?. Public Money & Management.

Nowakowski, W., Ciszewski, T., & Łukasik, Z. (2019). The Software Framework for Simulating Railway Automation Systems Failures. International Conference on Transport Systems Telematics.

Preston, J. (1999). British experience of reorganising passenger traffic on railroads. Transport Oekonomisk Forening Konference.

Smith, J., Wang, L., & Harris, R. (2018). Trends in UK railway passenger numbers and impacts. Transport Reviews, 38(4), 475-493. https://doi.org/10.1080/01441647.2017.1364901

Smith, R. (2003). The Japanese Shinkansen: Catalyst for the renaissance of rail. Journal of Transport History.

Tang, B. S., & Lo, C. W. (2008). The Impact of Urban Transport Policy on the Environment in China. Transport Policy.

Taylor, A. (2017). Demographic shifts and their influence on railway revenue in the UK. Journal of Urban Planning and Development, 143(2), 05016015. https://doi.org/10.1061/(ASCE)UP.1943-5444.0000379

Toossi, A., Barson, L., Hyland, B., Fung, W., & Best, N. (2017). Infrastructure/Train Borne Measurements in Support of UK Railway System Performance – Gaining Insight Through Systematic Analysis and Modelling.

Xu, Z., Liu, Z., & Song, Y. (2022). Study on the Dynamic Performance of High-Speed Railway Catenary System With Small Encumbrance. IEEE Transactions on Instrumentation and Measurement.

Yamamoto, T. (2020). Evaluating service quality and passenger satisfaction in Japan’s railway system. Transport Research Part A: Policy and Practice, 132, 227-238. https://doi.org/10.1016/j.tra.2020.01.013

Zhang, L., Qin, Y., & Wang, F. (2014). High-speed rail in China: A look at construction costs. Transportation Research Record.

Zhang, W., Zeng, J., & Li, Y. (2013). A review of vehicle system dynamics in the development of high-speed trains in China. International Journal of Dynamics and Control.

Zhang, Y., Zhao, X., & Wang, L. (2020). National policies and their impact on transportation choices in China. Transport Policy, 94, 76-87. https://doi.org/10.1016/j.tranpol.2020.06.003

Zhao, Q., & Liu, J. (2017). The impact of technological investments on railway safety in China. Journal of Transportation Safety & Security, 9(4), 324-338. https://doi.org/10.1080/19439962.2016.1272652

Leave a Reply

Your email address will not be published.